Selasa, 16 Juni 2009

Arya Gandamana

Adalah saalah satu tokoh protagonis dalam cerita pewayangan, sebagai putra sulung dari Prabu Gandabayu sebenarnya dia berhak atas tahta kerajaan Pancalaradya. Hanya saja karena keyakinannya bahwa berjuang dan membela tanah air itu tidak harus selalu menjadi raja, saat akan dinobatkan sebagai raja menggannatikan ayahnya pemilik ajian bandungbandawasa ini menolaknya. Bahkan dengan dengan lapang dada menyarankan agar adik iparnya Sucitra yang menikah dengan Dewi Gandawati sebagai raja di Pancalaradya.

Dirinya lebih memilih sebagai Patih di kerajaan Astinapura dalam masa pemerintahan Prabu Pandudewanata, yang sekaligus dianggapnya sebagai guru dalam hal tata pemerintahan dan kebijksanaan dalam menjalankan peran sebagai pemimpin dan manusia biasa. Dengan pengetahuan dan yang diperolehnya sebagai Patih di Astinapura itu, membuat dirinya semakin mempunyai kharisma baik dan semakin tinggi pula rasa cinta tanah air dan tekad untuk memajukan negaranya semakin menggunung.


Setelah Prabu Pandudewanata wafat Gandamana kurang begitu berkenan dengan cara pemerintahan Dastarata, hal ini pula yang membuatnya lebih memilih untuk kembali ke Pancalaradya. Sebagai ksatria yang betul-betul bijaksana dan berilmu lebih dari cukup, dia pulang ke negaranya bukan sebagai opsisi dari Prabu Sucitra yang telah menggunakan nama Prabu Drupada, melainkan dengan senanghati bersama-sama membangun Pancalaradya dengan adik iparnya tersebut. Sehingga pada saat itu kejayaan Pancalaradya mencapai puncaknya, seluruh negara menghormati Pancalradya tidak terkecuali dengan Astinapura.


Dalam cerita pewayangan Arya Gandamana ini tewas ketika berhadapan dengan Arya Bima yang tidak lain adalah putra Pandudewanata, saat mengikuti sayembara Dewi Drupadi untuk jodoh Pandawa tertua Yudistira. Sebetulnya ilmu kesaktian Arya Gandamana bisa dikatakan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Arya Bima, hanya saja pada saat itu takdir sudah menggariskan lain. Kuku Pancanaka Bima secara tidak sengaja menusuk ke perut Gandamana sehingga tewas, disaat bersamaan Ajian Bandungbandwasa menyatu dengan Arya Bima. Sedangkan wangi dan daya ksatriannya menyatu dengan Arjuna.


Kalau saja seluruh orang yang mempunyai kepandaian bisa bersifat seperti Arya Gandamana, sangat mungkin negara ini akan maju dan terhindar dari sikut-sikutan serta ledek-ledekan yang akan membuat suasana memanas. Ilmu yang dimilikinya tidak membuat silap atas kekuasaan yang sebernya sudah menjadi haknya, jika yang lain menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan tidak demikian dengan dirinya. Lebih baik berkarya bagi negaranya dalam posisi apapun, daripada meributkan kekuasaan yang tidak akan dibawanya saat mati.


Ilmu yang paling berguna adalah ilmu yang dapat diamalkan dan sekaliguskan diturunkan / ditularkan kepada orang lain, mungkin tiap orang mempunyai daya serap terhadap ilmu itu berbeda-beda. Makanya tidak salah jika Ki Dalang mengatakan Ajian Bandungbandawasa menyatu dengan Bima, sedangkan wangin dan daya ksatriaan menyatu dengan Arjuna. Karena gabungan dari dua tokoh ini juga kelak melahirkan kejayaan negara Amartapura.

Rabu, 03 Juni 2009

Sanghiang Dewa Brata

Di Bale Mercukonda Kahyangan Swarga Maniloka Batara Guru memanggil Batara Indara dan Batara Wisnu, membahas keadaan Kawah Candaradimuka yang bergolak dan sepertinya akan meledak sewaktu-waktu. Jika hal tersebut terjadi niscaya seluruh dunia dan kahyangan akan hancur lebur karena ledakan dari Kawah Candradimuka ini.

Menurut Sanghyang Batara Guru hanya ada satu cara untuk menhindari hal tersebut, yaitu dengan cara memberikan tumbal / kurban adapun tumbal yang dimaksud tidak lain adalah Semar Lurah Kudapawana, pawongan / punakawan para pandawa sekaligus kakanya sendiri. Karena Semar adalah penjelmaan dari Sanghyang Ismaya yang bertugas untuk menuntun para ksatria ke jalan kebenaran dan selalu menjalankannya serta menjauhi segala tindakan yang salah.

Hanya saja keberadaan Semar saat itu tidak diketahui keadaannya dikarenakan disembunyikan dan dilindungi oleh Gatotkaca yang mengaku sebagai Sanghiang Dewa Brata, hal ini pula yang membuat Batara Guru gundah-gulana karena menganggap Gatotkaca menyalahi aturan dewata berani-berani mengaku sanghiang dan ada di marcapada. Awalnya Batara Indra dan Batara Wisnu menolak untuk mendatangi Pringgandani untuk membawa dan mengorbankan Semar, tetapi Batara Guru mengatakan daripada dunia dan kahyangan hancur lebur lebih baik mengorban satu orang. Setelah pertemuan tersebut Batara Indra mengajak dewa-dewa lainnya untuk menggempur Sanghiang Dewa Brata di Pringgandani. Selain menyuruh para dewa Batara Guru juga menyuruh seluruh raja-raja di dunia untuk mengambil Semar dari Gatotkaca dengan iming-iming hadiah berupa bidadari dan tinggal di kahyangan.

Dalam perjalanan menuju Pringgandani rombongan para dewa itu bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Bambang Jaya Santika, yang bermaksud untuk menghadap Sanghiang Oti Pati Jagatnata alias Batara Guru. Sebagai seorang pemuda yang sangat haus akan ilmu dia ingin menanyakan tentang ilmu kehidupan kepada raja para dewa tersebut. Namun maksud tersebut dihalang-halangi oleh para dewa, sehingga terjadilah perang tanding antara Bambang Jaya Santika dengan dengan para dewa. Ternyata kesaktian pemuda ini tidak bisa ditandingi oleh para dewa yang ada disitu.

Disaat para dewa sudah kewalahan dan tidak sanggup menghadapinya, tiba-tiba muncul cahaya yang berkilauan menuju tempat tersebut. Cahaya tersebut tidak lain adalah Batara Guru yang mengetahui para dewa sudah terdesak melawan Bambang Jaya Santika. Setelah berhadapan Batara Guru dia berjanji akan mejawab segala pertanyaan Bambang Jaya Santika bahkan memberikan ilmu yang sangat sakti diluar hadiah-hadiah lainnya dengan sayarat membawa Sanghiang Dewa Brata dan Semar ke Kahyangan.

Mendengar hal tersebut Bambang Jaya Santika sangat gembira dan segera menuju ke Pringgandani untuk membawa Sanghiang Dewa Brata dan Semar ke Kahyangan. Sementara itu Sanghiang Dewa Brata sibuk menghadapi raja-raja yang tergoda oleh hadiah dari Batara Guru, mencoba untuk bertarung dan merebut Semar Badranaya. Hanya saja semuanya tidak ada yang sanggup mengalahkan Sanghiang Dewa Brata, ternayata tidak semua ksatrian dan raja yang tergoda oleh iming-iming hadiah itu. Beberapa negara dan para pandawa tidak tergiur, bahkan lebih memilih untuk memperhatikan kejadian tersebut dan meningkatkan kewaspadaan jika runyamnya situasi tersebut akan dipergunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Bambang Jaya Santika akhirnya sampai ke Pringgandani tempat kediaman Sanghiang Dewa Brata, sesampainya ditempat tujuan Bambang Jaya Santika mengutarakan maksudnya untuk membawa Sanghiang Dewa Brata ke hadapan Batara Guru. Mendengar hal tersebut Sanghiang Dewa Brata menanyakan alasannya ingin membawa dirinya ke Batara Guru. Bambang Jaya Santika menjawab bahwa Batara Guru menjawab semua pertanyaannya dan memberikan ilmu jika berhasil membawa Sanghiang Dewa Brata ke Kahyangan. Mendengar hal tersebut Sanghiang Dewa Brata mengingatkan bahwa Bambang Jaya Santika sudah diadu domba oleh Batara Guru dengan dirinya, Banbang Jaya Santika sadar dan meminta maaf. Selanjutnya Sanghiang Dewa Brata menyarankan agar Bambang Jaya Santika menemui gurunya yang bernama Pandita Ajar Padang di Pertapaan Loka Sampurna yang terletak dekat Saungai Gangga.

Selajutnya Bambang Jaya Santika menuju ke Pertapaan Loka Sampurna dengan maksud menemui Pandita Ajar Padang. Setelah bertemu dengan Sang Pandita ternyata seluruh pertanyaannya bisa dijawab dengan benar bahkan dijabarkan dengan baik untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga Bambang Jaya Santika mengaku Pandita Ajar Padang sebagai gurunya. Sementara itu di Pringgandani Sanghiang Dewa Brata kedatangan seorang tamu istimewa, dia adalah Batara Guru yang tidak sabar karena seluruh suruhannya tidak ada yang berhasil mengalahkan Sanghiang Dewa Brata. Batara Guru meyalahkan tindakan Gatotkaca yang mengaku-mengaku Sanghiang dan menyembunyikan Semar sehingga diserang dengan Ajian Kemayan. Ajaib sekali Ajian Kemayan yang bisa membuat lawan lemas dan lumpuh tidak mempan. Setelah bertarung sekian lama belum ada yang kalah belum ada yang menang, suatu saat Sanghiang Dewa Brata berkata maksud Batara Guru untuk mengorbankan Semar yang juga saudaranya sebagai kelakuan siluman yang berwujud denawa/raksasa bukan kelakuan seorang dewa. Mendadak wujud Batara Guru berubah menjadi denawa, yang kemudian mengamuk. Melihat hal tesebut Sanghiang Dewa Brata sengaja menghindar dan berlari ke Pertapaan Loka Sampurna untuk meminta bantuan kepada gurunya.

Sesampainya disana Sanghiang Dewa Brata menyampaikan bahwa dirinya sedang dikejar-kejar oleh Batara Guru yang sudah berubah wujud menjadi denawa. Tidak lama kemudian datanglah denawa tersebut dan bermaksud untuk menghajar Sanghiang Dewa Brata, melihat hal tersebut Bambang Jaya Santika maju dan terjadilah perang tanding yang sangat sengit, tetapi Bambang Jaya Santika kalah dan dibanting ketanah. Saat itu hilang tubuh Bambang Jaya Santika dan berubah menjadi Batara Narada penasehat Batara Guru. Melihat hal tersebut Pandita Ajar Padang memberikan sebuah panah kepada Sanghiang Dewa Brata untuk melawan denawa, kemudian denawa tersebut dipanah oleh Sanghiang Dewa Brata dan berubah menjadi asap hitam yang merupakan penjelmaan dari sukma Sanghiang Rancasan.

Kejadian-kejadian tersebut tidak lepas dari pengamatan Sri Batara Kresna, setelah melihat sukma Sanghiang Rancasan melesat jauh ke angkasa. Sri Batara Kresna mengeluarkan senajata Cakra Udaksana dan ditujukan ke Pandita Ajar Padang, hilang wujud sang pandita berubah menjadi Semar Badranaya. Kemudian senjata Cakra ditujukan ke Sanghiang Dewa Brata saat itu keluarlah Batara Guru dari raga Gatotkaca. Ternyata Batara Guru asli manunggal dengan Gatotkaca, sedangkan Batara Guru yang ada di Kahyangan adalah sukma atma Sanghiang Rancasan yang merebut tahta darinya dan ingin membalas dendam kepada Semar yang merupakan penjelmaan dari Sanghiang Ismaya.

Dalam kehidupan ini semua orang harus selalu waspada untuk mengantisipasi segala kemungkinan dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Bila ada masalah yang sangat penting jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan walaupun itu harus berbaur dengan orang yang secara kedudukan berada dalam tingkatan lebih rendah. Rendah kedudukan bukan berarti tidak mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan suatu masalah tidak dibenarkan dengan cara merugikan atau mengorbankan seseorang, hakikatnya dalam hidup ini semua orang itu bersaudara. Kebenaran akan tetap terlihat dan kebathilan akan selalu kalah oleh kebenaran.

Seluruh gambar dari : www.wayanggolek.net


Senin, 01 Juni 2009

Gatotkaca Lahir


Setelah sekian lama ditunggu-tunggu akhirnya Dewi Arimbi mengandung anak dari Bima. Seluruh rakyat Pringgandani sangat bersukacita, dikarenakan anak ini akan menjadi generasi penerus sebagai Raja di Pringgandani bila Dewi Arimbi sudah tiada.

Saat itu seluruh putra Pandawa disertai Sri Batara Kresna tidak ketinggalan seluruh punakawan Semar, Astrajingga, Dawal dan Gareng berkumpul di Istana Pringgandani, merka sedang berkumpul menunggu saat kelahiran sang putra Bima. Tidak lama berselang terdengar tangisan bayi menggelegar menggentarkan seantero Pringgandani, seluruhnya yang berada di bangsal menarik nafas panjang. Sesaat kemudian ada emban yang menghaturkan berita bahwasanya sang putra mahkota laki-laki telah lahir dalam keadaan sehat begitu juga dengan kondisi sang ibu. Mendengar hal tersebut bertambahlah kebahagian semuanya, satu persatu dari mereka memberikan selamat kepada Raden Aria Werkudara alias Bima atas kelahiran putrannya.

Beberapa waktu kemudian mereka bisa masuk menjenguk kedalam kamar, disana terlihat Dewi Arimbi sedang berbaring diatas ranjang berhiaskan emas permata beralaskan sutera berwarna biru terlihat senang dengan senyum mengembang dibibirnya menyambut kedatangan Bima diiringi oleh seluruh kadang wargi (saudara). Tidak jauh dari tempatnya berbaring terlihat sebuah tempat tidur yang lebih kecil, diatasnya tergolek seorang bayi laki-laki sangat gagah dan tampat layaknya ksatria trah dewa, hanya saja ari-ari dari bayi tersebut masih menempel belum diputus. Ketika hal tersebut ditanyakan emban menjawab bahwa seluruh upaya untuk memotong tali ari-ari tersebut selalu gagal. Tidak ada satu senjatapun yang berhasil memotongnya.

Mendengar hal tersebut Bima sangat gusar dan meminta tolong kepada saudara-saudaranya untuk memotong tali ari-ari anaknya yang diberinama Jabang Tutuka. Bima mencoba memotong dengan kuku pancana gagal, diikuti oleh Arjuna mencoba menggunakan seluruh senjatanya diawali dengan keris Pancaroba, keris Kalandah, panah Sarotama bahkan panah Pasopati semuanya gagal. Sri Batara Kresna yang saat itu hadir mencoba dengan senjata saktinya Cakra Udaksana, hanya menghasilkan percikan-percikan api ketika dicoba memotong tali ari-ari itu. Semuanya terbengong-bengong merasa takjub dan heran disertai rasa putus asa, Dewi Arimbi hanya bisa menangis melihat hal tersebut dirundung rasa khawatir jika anaknya harus membawa tali ari-ari hingga dewasa. Ditengah suasana tersebut tanpa diketahui sebelumnya Begawan Abiyasa yang tak lain kakek dari para Pandawa atau buyut dari Jabang Tutuka telah hadir ditempat tersebut, semua yang hadir memberikan sembah sungkem kepadanya. Begawan yang sakti mandraguna ini mengatakan bahwa tali ari-ari itu hanya akan bisa dipotong oleh senjata kadewatan yang berasal dari Batar Guru. Untuk itu Sang Begawan meminta Arjuna untuk pergi ke Kahyangan mencari senjata tersebut. Setelah mendapat perintah dari kakeknya dan meminta ijin kepada saudara-saudaranya Arjuna disertai oelh para punakawan segera menuju Kahyangan untuk mencari senjata yang dimaksud oleh Begawan Abiyasa, sedangkan Sang Begawan sendiri bergegas pulang kembali ke Padepokan setelah memberikan do’a serta merapal beberapa mantra untuk buyut / cicitnya tersebut.

Nun jauh di Kahyangan sana keadaan sedang gonjang-ganjing dikarenakan serangan dari Naga Percona yang ingin memperistri salah satu bidadari yang bernama Dewi Supraba. Dikarenakan Naga Percona bukan sembarang makhluk, dia adalah raja yang mempunyai kesaktian mumpuni dan bisa dikatakan sama bahkan sedikit diatas diatas para dewa, jelas sangat merepotkan barisan dewa-dewa yang dipimpin oleh Batara Indra dalam menghadapi nya. Serangan petir Batara Indra tidak ubahnya lemparan daun-daun kering dari anak-anak, kobaran api Batara Brahma hanya menjadi menjadi mainan saja. Batara Bayu yang mendoronganya dengan badai besar tidak membutnya mundur walaupun seujung kuku, bahkan badannya tidak goyang sedikitpun. Cakra Udaksana dari Batar Wisnu sama sekali tidak mencenderainya, singkatnya para dewa dipukul mundur dengan kondisi babak-belur.

Batara Guru merapal mantra dan melihat Kaca Trenggana, diperoleh keterangan bahwa yang bisa mengalahkan Naga Percona hanyalah Jabang Tutuka anak Bima yang baru lahir. Selanjutnya Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk memberikan senjata darinya yang bernama panah Konta Wijayadanu kepada Arjuna untuk memotong ari-ari Jabang Tutuka dengan imbalan bayi tersebut harus menjadi panglima perang mengahadapi Naga Percona. Disaat yang bersamaan Aradeya atau Karna sedang bertapa di tepi Sungai Gangga mencari senjata sakti untuk dirinya, pada saat Batara Narada mendekati tempat tersebut hatinya senang karena Aradeya ini disangkanya Arjuna, karena rupanya benar-benar mirip dan Batara Surya yang merupakan ayah dari Aradeya sengaja mengeluarkan sinar berkilauan disekitar Aradeya sehingga Batara Narada tidak terlalu jelas melihatnya, sehingga tidak sadar bahwa orang yang diserahi senjata tersebut bukanlah Arjuna.

Setelah mendapatkan senjata sakti kadewatan Aradeya sangat gembira dan langsung berlari tanpa mengucapkan terima kasih kepada Batara Narada, hal itu membuat Batara Narada tersadar bahwa dia salah orang, tidak lama kemudian Arjuan disertai oleh para Punakawan dating ketempat tersebut, dengan sedih Batara Narada bercerita bahwa dirinya telah salah orang menyerahkan senjata kadewatan yang seharusnya diserahkan kepada Jabang Tutuka lewat tangan Arjuna, malah diserahkan kepada orang yang tidak dikenal dan mempunyai rupa mirip dengan Arjuna. Mendengar hal tersebut Semar sangat menyalahkan Batara Narada karena gegabah menyerahkan senjata sakti kepada orang asing, serta segera meminta Arjuna mengejar orang tersebut.

Arjuna berlari dan berhasil menyusul Aradeya, awalnya senjata tersebut diminta baik-baik dan dikatakan akan digunakan olehnya untuk memotong tali ari-ari keponakannya. Aradeya tidak menggubrisnya akhirnya terjadi perang-tanding memperebutkan senjata tersebut, sampai suatu ketika Arjuna berhasil memegang sarung senjata tersebut sedangkan Aradeya memegang gagang panah Konta Waijayadanu. Mereka saling tarik dan akhirnya terjerembab dikarenakan senjata Konta lepas dari warangka / sarungnya. Kemudian Aradeya berlari kembali dan kali ini Arjuna kehilangan jejak.

Dengan sedih hati Arjuna menunjukkan warangka senjata Konta kepada Semar, kemudian atas saran Semar mereka kembali ke Pringgandani sedangkan Batara Narad disuruh pulang ke Kahyangan dan dikatakan bahwa Jabang Tutuka akan segera dibawa ke Kahyangan. Sesampainya di Keraton Pringgandani warangka tersebut digunakan untuk memotong tali ari-ari Jabang Tutuka, ajaib sekali tali ari-ari putus sedangkan warangka senajata kadewatan itu masuk kedalam udel Jabang Tutuka. Hal ini menurut Semar sudah menjadi suratan bahwa nanti diakhir cerita peperangan besar / Bharata Yuda senjata itu akan masuk kembali kewarangkanya, dengan kata lain Jabang Tutuka akan mati jika menghadapi senjata Konta Wijayadanu.

Setelah tali ari-ari berhasil dipotong Arjuna hendak membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan untuk memenuhi janji kepada Batara Narada, bahwa Jabang Tutuka akan menjadi panglima perang dan menghadapi Naga Percona. Awalnya Bima melarang karena anaknya masih bayi dan dirinya sanggup untuk menggantikan melawan Naga Percona. Setelah Semar berkata bahwa Jabang Tutukalah yang harus berangkat karena dia yang dipercaya oleh dewa dan Jabang Tutuka pula yang telah menggunakan senjata kadewatan bukan yang lain. Disamping itu Semar menjamin jika terjadi suatu hal yang menyebabkan Jabang Tutuka celaka, Semar berani menaruhkan nyawanya kepada Bima. Mendengar hal tersebut dari Semar, Bima yang mempunyai pandangan linuwih dan menyadari siapa sesungguhnya Semar ini, akhirnya mengijinkan putra berperang melawan Naga Percona.

Arjuna disertai par Punakawan segera membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan, setelah mendekati gerbanga Selapa Tangkep tepatnya di Tegal Ramat Kapanasan Arjuna meletakkan Jabang Tutuka ditengah jalan menuju gerbang. Selanjutnya Arjuna memperhatikan dari jauh bersama dengan para dewa, tak lama berselang Naga Percona dating dan melihat ada bayi ditengah jalan. Dia meledek Batara Guru yang dikatakannya sudah gila karena menyuruhnya bertarung dengan bayi yang hanya bisa menangis. Kemudia dia mengangkat Jabang Tutuka dan mendekatkan wajahnya ke wajah bayi tersebut, tidak disangkan tangan Jabang Tutuka mengayun dan berhasil meluaki satu matanya sehingga berdarah. Kontan Naga Percona marah dan membanting Jabang Tutuk kea rah pintu gerba hingga mati. Melihat hal tersebut para dewa tak terkecuali Batar Guru, Batara Narada dan Arjuna kaget dan was-was jika Bima sampai tahu anaknya mati oleh Naga Percona pasti akan mengamu ke Kahyangan. Hanya saja Semar dengan cepat berbisik ke Batara Guru untuk segera menggodok Jabang Tutuka di Kawah Candradimuka, Batara Guru segera memerintahkan Batara Yamadipati untuk segera membawa tubuh Jabang Tutuka ke Kawah Candradimuka dan menggodoknya. Selanjutnya para dewa disuruhnya melemparkan / mencampurkan senajata yang dimilikinya untuk membentuk tuduh Jabang Tutuka lebih kuat, lama-kelamaan terbentuklah tubuh satria gagah dari dalam godogan tersebut. Kemudian para dewa membirkannya pakaian dan perhiasan untuk Jabang Tutuka yang baru tersebut, selanjutnya diakarenakan dia mati belum waktunya berhasil dihidupkan kembali oleh Batar Guru.

Selain mendapat anugerah berupa pakaian, perhiasan dan senjata yang sudah membentuk tubuhnya Jabang Tutuka juga memperoleh beberanama dari para dewa diantaranya : Krincing Wesi, Kaca Negara, Purabaya, Kancing Jaya, Arimbi Suta, Bima Putra dan Gatotkaca. Nama terakhir inilah yang kemudian digunakan dalam dunia pewayangan. Dengan tampilan yang sangat beda dari sebelumnya Jabang Tutuka yang menggunakan nama baru Gatotkaca bertempur kembali dengan Naga Percona, dan akhirnya behasil merobek mulut dan tubuh Naga Percona menjadi dua bagian. Itulah akhir dari hidupnya Naga Percona yang membawa kedamaian di Kahyangan, sekaligus menjadi awal kepahlawanan Gatotkaca sang putra Bima.

Manusia yang lahir ke dunia hendaknya bisa berguna bagi orang lain, idealnya dari mulai menghirup nafas di bumi ini hingga akhir hayatnya bisa berguna bagi orang lain. Kelahiran anak sudah pasti menjadi kebanggaan dari orangtua, apalagi jika sang anak benar-benar bisa berguna dan berjasa bagi sesama. Untuk mencapai keberhasilan jangan segan-segan menempa kemampuan anak sesuai dengan batas kemampuan anak tersebut, sehingga bisa memaksimalkan seluruh bakat dan kemampuannya yang terpendam, disamping itu tempaan yang diterima oleh anak akan menjadikannya kuat, tabah dan dewasa dalam berfikir dan bertindak. Selain itu jika memegang amanat handaklah bisa dipercaya dan tepat memberikannya kepada tujuan yang benar, jangan sampai salah menyampaikan amanat dikarenakan akan menimbulkan malapetaka diakhir kemudian. Seluruh perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan.

Jumat, 29 Mei 2009

Dewi Kuntinalibrata

Gambar : koleksi dari teman

Dewi Kunti adalah putri Prabu Kuntiboja yang mempunyai paras cantik dan cerdas serta ulet dalam belajar. Dalam usia yang sangat muda Dewi Kunti berhadil menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan, salah satunya adalah mantra pangarad untuk memanggil para dewa ke marcapada jika dibutuhkan, mantra tersebut dipatkan dari Resi Druwasa.

Sang Resi sudah mewanti-wanti jangan sekali-kali merapalkan mantar tersebut tanpa ada maksud tertentu dan dalam keadaan terpepet. Disinilah sifat iseng dan ingin tahu seorang wanita muda timbul, seuatu ketika saat matahari berada diubun-ubun Dewi Kunti sangat penasaran ingin mencoba mantra sakti tersebut, pada saat merapal mantra tersebut dia melihat kearah matahari, maka yang terbayang olehnya adalah Batar Surya sang peguasa matahari.

Tidak lama setelah itu munculah Batara Surya bersamaan dengan itu seluruh tempat tersebut ditutupi cahaya yang sangat menyialukan, Dewi Kunti terpana dengan kehadiran Batara Surya terutama oleh ketampanannya. Saat Batara Surya beratanya maksud pemanggilanya, Dewi Kunti hanya menjawab sekedar ingin mencoba merapal mantra sakti dari gurunya. Dari pertemuan tersebut tidak dapat dihindarkan lagi terjadi hubungan terlarang yang seharusnya tidak terjadi.

Setelah beberapa lama diketahui Dewi Kunti hamil, maka gegerlah seisi istana dan membuat Prabu Kuntiboja marah besar. Ketika ditanyakan langsung kepada Dewi Kunti dijawab bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah anak dari Batar Surya, dikarenakan keisengannya merapal matra pangarad dari Resi Druwasa. Mendengar cerita tersebut Prabu Kuntiboaj hanya bisa termenung dan minta nasihat kepada para sesepuh agar terhindar dari aib yang sangat besar tersebut.

Merasa bertanggung jawab atas masalah yang tersebut Resi Druwasa menyaggupi akan meminta pertanggungg jawaban Batar Surya dan mengusahakan kelahiran anak tersebut , tetapi bukan seperti kelahiran biasa melainkan dari telingan kanan Dewi Kunti. Mendengar hal tersebut Prabu Kuntiboja menyetujuinya, selanjutnya Sang Resi memanggil Batara Surya untuk dimintai pertanggungjawabannya, Batara Surya menyuruh setelah anaknya lahir agar dilarung / dihanyutkan di Sungai Gangga. Sebelum proses kelahiran Batar Surya masuk kedalam kandungan Dewi Kunti dan memberikan pakaian ksatria yang disebut dengan Kre Waja kepada bayi tersebut, sehingga pada waktu lahir anak yang kemudian disebut dengan Karna (yang berarti telinga) sudah memakai baju besi yag kebal senjata dan beranti berlian seperti ksatria pada zaman itu. Kre Waja ini selalu menempel dikulit Karna dan selalu berubah ukuran sesuai dengan pertumbuhan tubuh Karna.

Setelah peristiwa tersebut Dewi Kunti benar-benar menyesal dan tidak mau gegabah untuk bertindak, dia semakin banyak belajar dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Hingga akhirnya dijadikan istri oleh Pandudewanata putra Begawan Abiyasa yang menjadi putra mahkota Astinapura. Dari pernikahannya itu lahirlah 3 orang putra yang bernama Yudistira, Bima dan Arjuna. Mereka bersama dengan anak kembar dari madunya (Dewi Madrim) yang bernama Nakula dan Sadewa diseput dengan Panca Pandawa alias Pandawa Lima.

Setelah Pandu wafat dan Dewi Madrim ikut labuh geni (membakar diri) bersama dengan jasad Pandu, disini terlihat kasih sanyang dan keadilan Dewi Kunti terhadap para putranya. Dia tidak pernah membeda-bedakan anak walaupun dua diantaraya bukan anak kandungnya. Mereka mendapatkan perlakuan, kasih sayang dan dasar pendidikan yang sama. Bahkan disaat Pandawa harus dibuang ke hutan selama 13 tahun, Dewi Kunti tetap ikut mendampingi putra-putranya.

Dewi Kuntinalibrata bisa digolongkan sebagai seorang perempua yang sakti mandaraguna, menurut kidalang dia seorang yang saciduh metu saucap nyata yang artinya apa yang dinakatan olehnya akan terjadi. Seperti saat Arimbi yang jatuh cinta kepada Bima tetapi Bima menolak karena wujud Arimbi yang seorang Denawa / Raksasa dan adik dari musuhnya. Hanya saja Dewi Kunti melihat ketulusan dan kesucian dihati Arimbi, dia berkata kepada Bima bahwa sebenarnya Arimbi itu adalah putri cantik bahkan tidak kalah cantik dengan putrid-putri kerajaan lain. Setelah Dewi Kunti berkata begitu seketika itu pula Arimbi berubah dari wujud Denawa menjadi seorang putrid yang cantik jelita.

Dapat diambil pelajaran dari cerita ini bahwa manusia hidup ini selalu dibatasi dengan aturan, sekali aturan itu dilanggar maka kita harus siap menunggu akibatnya. Jangan sekali-sekali kita berbuat iseng dengan ilmu atau pengetahuan yang kita miliki, karena bisa jadi menjadi malapetaka untuk diri kita sendiri. Patuhi apa yang dikatakan oleh orang yang lebih tua, dan amalkan ilmu agar bermanfaat bagi seluruh makhluk. Walaupun seseorang sudah melakukan kesalahan yang termat besar dan sangat-sangat fatal, jika mau untuk bertaubat niscaya hidayah akan datang dalam kehidupannya. Jadikan kesalahan masa lalu sebagai bahan koreksi masa kini dan masa yang akan datang. Yang paling penting perlakukan semua sama jangan dibeda-bedakan, dan bersikaplah adil terhadap siapapun.

Wewengkon / Daerah Kekuasaan Para Tokoh Wayang

Sebagaimana halnya manusia dizaman sekarang, para tokoh wayang juga mempunyai tempat tinggal sekaligus daerah kekuasaanya masing-masing, yang berhasil saya ingat dari cerita para dalang dan beberapa sumber yang pernah saya baca adalah :

Sahiang Wenang : Undar Andir Buana
Sahiang Tunggal : Alang-alang Kumitir
Sahiang Manikmaya : Jongring Salaka
Sahiang Ismaya : Sunyaruri
Sahiang Pungguh : Sebaruri

Batara Narada : Sidi pangudal-udal
Batara Sambu : Suwela Gringging
Batara Brahma : Duksinageni
Batara Indra : Tenjomaya
Batara Bayu : Panglawung
Batara Wisnu : Utara Segara
Batara Kala : Selamengempeng
Batara Sakra : Jongmeru
Batara Mahadewa : Hargapura
Batara Asmara : Mayaretna
Batara Anantaboga : Saptapertela
Batara Nagaraja : Sumur Jalatunda
Batara Baruna : Dasar Segara
Batara Kamajaya : Cakra Kembang
Batara Yamadipati : Parang Gumujang
Batara Bagaspati : Argabelah
Batara Darmajaka : Hima-himawan
Batara Ganesa : Galugu Tinatar
Batari Durga : Setra Gandamayit
Dewa Ruci : Teleng Samudra


Palasara : Retawu
Abiyasa : Saptaarga

Yudiistira : Amarta
Bima : Munggul Pawenang
Arjuna : Madukara
Nakula : Bumiratawu
Sadewa : Sawojajar
Antasena : Girisamodra / Dasarsamodra
Antareja : Jangkarbumi
Gatotkaca : Pringgandani
Abimanyu : Plengkawati

Baladewa : Mandura
Batara Kresna : Dwarawati
Samba : Paranggaruda
Setiaki : Lesanpura

Duryudana : Astinapura
Dursasana : Banjarjumut
Sangkuni : Plesajenar
Dorna : Jajar Sokalima
Karna : Awangga
Jayadrata : Banakeling
Lemana Mandra Komara : Saroja Binangun

Arjuna Sasrabahu : Maespati
Bomanaraksura : Trajutisna
Drupada : Cempalareja
Rahwana : Alengkadireja
Maswapati : Wirata
Niwatakawaca : Iman-Iman Taka
Ramawijaya : Pancawati
Salya : Mandaraka
Sugriwa : Gowa Kiskenda
Anoman : Kendalisada
Kumbakarna : Pangleburgangsa

Kamis, 28 Mei 2009

Punakawan Pendamping

Dalam cerita pewayangan golek khususnya tokoh punakawan diwakili oleh Semar dan Togog dengan asuhannya masig-masing, pada prakteknya mereka mempuyai teman atau pendamping yang senantiasa hadir dalam lakon pewayangan tatkala mereka hadir. Para punakawan lainnya adalah :

Cepot alias Astrajingga / Satrajingga digambar sebagai anak sulug Semar, sesungguhnya dia adalah anak ciptaan Semar, menurut beberapa versi diciptakan dari bayangan Semar sedangkan versi lainnya menyebutkan dari saung yang waktu itu digunakan Semar berteduh saat turun ke Marcapada.
Tokoh menggambarkan orang yang mempunyai watak keras, gampang naik darah kalau bicara tidak mau kalah, tetapi mempunyai kesetiaan yang tidak diragukan lagi, dan berani membela kepentingan tuannya jika dalam koridor yang benar, serta tidak segan-segan menentang juga jika dirasakan tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. Dalam wayang golek sangat diandalkan oleh para dalang untuk menyampaikan wejangan-wejangan mengenai kehidupan, agama, sosial dan lain-lain melalui tokoh Cepot ini. Bahkan bisa dikatakan dia adalah maskot untuk wayang golek.

Dawala alias Udawala digambarkan sebagai anak kedua dari Semar mempunyai watak yang berfikiran panjang , bila bicara hati-hati dan bisa menempatkan kata-kata sesuai dengan situasi saat itu. Sehingga jarang sekali terkena omelan dari tuannya, dibalik semua itu sebenarnya Dawala ini sifatnya angin-anginan terkadang susah untuk menentukan pilihan dan tetap pada satu pendirian. Dalam membela prinsip tidak kalah dengan sang kakak (Cepot), bahu-membahu bersama dengan saudara-saudaranya dalam menghalau serangan dari para kurawa maupun denawa-denawa yang menyerang amarta.




Gareng alias Nalagareng pada cerita wayang golek ini adalah anak bungsung Semar, seperti halnya kedua kakaknya diapun merupakan anak ciptaan Semar sewaktu turun ke Marcapada. Gareng menggambarkan tokoh yang tidak begitu baik tutur bahasanya walaupun apa yang disampaikannya sangat baik dan berguna bagi orang lain, sangat berhati-hati dalam berjalan dan bertindak. Serba tidak enak dan cenderung kurang percaya diri, terkadang menjadi provokator untuk kedua saudaranya. Bila berhadapan dengan musuh tidak segan-segan menggunakan segala cara untuk melumpuhkannya, sehingga banyak diantara kurawa yang enggan berhadapan dengannya.

Bilung adalah soulmate dari Togog digambarkan sebagai tokoh dari negeri sebrang, bersuara nyaring alias cempreng dan suka memberikan nasihat kepada tuannya untuk berbuat baik. Jika nasihatnya ditolak maka serat merta dia akan mendukung segala kemauan dan ucapan dari sang atasan. Terlihat jelas sifat penjilat dari tokoh satu ini, yang penting dirinya bisa selamat kemauan apapun dari tuannya akan didukung, walaupun awalnya tidak setuju.






seluruh gambar tokoh wayang diambil dari http://www.lv-imports.com/.







Batara Narada

Gambar : www.lv-imports.com

Sanghyang Caturkaneka adalah saudara Sanghyang Tunggal dan mempunyai putra yang bernama Sanghyang Kanekaputra. Sanghyang Kaneka putra mempunyai banyak kelebihan diantara teman-teman sebayanya. Dia sangat pandai, ulet dan mempunyai control emosi yang sangat baik, sehingga segala persoalan yang dihadapinya selalu dapat diselesaikan dengan baik dan kepala dingin. Sifatnya yang selalu tertarik untuk belajar dan memperdalam apa yang telah dimilikinya, menjadikan dirinya Sanghyang yang cukup berilmu dan cakap dalam menjalani kehidupan, pendek kata dirinya mempunyai kemampuan yang setaraf dengan para resi dan menterjemahkan kehidupan ini.

Suatu ketika sang ayah mewariskan senjata sakti yang bernama Lingga Manik, dengan diwariskannya senjata tersebut sudah barang tentu membuat dirinya semakin disegani oleh siapapun. Hanya saja keadaan seperti itu tidak membuat Sanghyang Kanekaputra puas, bahkan dirinya sangat terobsesi mempunyai kemampuan yang melebihi siapapun. Karena memiliki keinginan untuk melebihi kemampuan para dewa semuanya, maka dia pergi bertapa ditengah lautan dengan menggenggam Lingga Manik untuk menyempurnakan kemampuannya.

Adanya seorang pemuda tampan yang melakukan tapa ditengah lautan dan ditambah oleh daya kekuatan Lingga Manik, membuat Kahyangan mejadi panas dan gonjang-ganjing. Setelah dilihat oleh Batara Guru melalui Kaca Trenggana ternyata hal ini disebabkan oleh Sanghyang Kanekaputra yang sedang bertapa. Untuk mengatasi hal tersebut Batara Guru mengutus para dewa dibawah pimpinan Batar Indra untuk membangunkannya dan membawanya ke Kahyangan untuk diadili. Para dewa berusaha untuk membangunkan Sanghyang Kanekaputra dan meminta untuk mau dibawa ke Kahyangan dan mempertanggungjawabkan situasi yang terjadi di Kahyangan saat itu. Karena Sanghyang Kanekaputra tetap bersikeras untuk melanjutkan tapanya, para dewa murka dan memaksanya untuk ikut. Hanya saja ternyata kemampuan Sanghyang Kanekaputra ternyata melebihi kemampuan seluruh dewa yang dating saat itu.

Batar Indra dengan sejata petirnya tidak mampu mengalahkannnya, begitu juga dengan Batara Brahma yang mencoba membakarnya tidak berhasil, dilanjutkan oleh Batara Bayu yang mengeluarkan angin puyuh / angin topan untuk menyapu tubuh Sanghyang Kanekaputra masih juga gagal. Batara Wisnu yang ikut untuk membujuk Sanghyang Kanekaputra mencoba untuk mengalahkannya yang diakhiri dengan penggunan senjata Cakra Udaksana yang menjadi andalan Batara Wisnu. Sesaat sebelum mengenai tubuhnya Sanghyang Kanekaputra mengatakan bahwa sesungguhnya Cakra Udaksana itu hanya bisa dikenakan kepada orang yang durjana, angkara murka dan selalu menyusahkan orang banyak. Ternyata ucapan itu membuat Cakra Udaksana tidak mau melukai Sanghyang Kanekaputra, malah menghilang kembali ke Batara Wisnu.

Batara Indra menghadap kepada Batara Guru dan memohon ampun karena tugas yang diembannya gagal dilaksanakan, dengan demikian Batara Guru turun langsung menhadapi Sanghyang Kanekaputra. Awalnya Batar Guru membujuk Sanghyang Kanekaputra untuk tidak meneruskan tapanya, hanya saja Sanghyang Kanekaputra selalu menolak bahkan mengajak Batara Guru berdebat mengenai masalah hidup dan kehidupan. Dalam perdebatan itu Batara Guru kalah telak dan harus mengakui bahwa Sanghyang Kanekaputra lebih pandai, bijaksana dan mempunyai wawasan yang lebih luas daripada dirinya. Sebagai penguasa Kahnyangan rasa ego masih menyelimuti perasaan Sanghyang Manikmaya / Batar Guru, dirinya merasa terhina dan marah karena berdebat. Pada suatu kesempatan Batara Guru mengaluarkan ajian pamungkas yang disebut Kemayan, saat kena ajian tersebut Sanghyang Kanekaputra berubah menjadi burukrupa. Akhirnya Sanghyang Kanekaputra mau ikut kepada Batara Guru, karena merasa kalah oleh Sanghyang Kanekaputra maka Batara Guru memanggilnya Kakang / Kakak sebagai penghormatan dan dijadikannya penasihat Kahyangan, Sanghyang Kanekaputra selanjutnya menggunakan nama Batara Narad / Resi Narada. Sesaat sebelum pergi ke Kahyangan saat berbicara berhadapan Batara Narada bersedekap dengan tangan didalam jubahnya, sehingga lengan jubah yang digunakan melambai-lambai tertiup angin. Melihat hal tersebut Batara Guru bergumam dalam dirinya seperti orang bertangan empat, saat itupula kutukan yang pernah diucapkan Sanghyang Tunggal menjadi kenyataan tangan Batara Guru bertambah sehingga menjadi empat. Walaupun menyesal telah bergumam dalam hati mengenai hal tersebut, keadaan dirinya tidak bisa berubah kembali.

Setiap orang mempunyai kemampuan dan kepandaian sendiri-sendiri, jangan pernah untuk memaksakan diri untuk menjadi makhluk yang paling mumpuni dan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT Dzat Yang Maha Sempurna. Akui kekurangan kita dan hormati kelebihan orang lain, tidak perlu merasa maul bahkan marah karena kelebihan seseorang. Jangan pernah berbuat licik dan selalu berfikiran positif terhadap orang lain, jangan sekali-sekali mengumpat keadaan orang lain sekalipun dilakukan dalam hati.

Batara Guru

Gambar : www.wayanggolek.net

Setelah sepeninggal Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga dan meninggalnya Sanghyang Rancasan, tampuk kepemimpinan di Kahyangan diserahkan kepada Sanghyang Manikmaya yang biasa disebut juga Batara Guru. Tugasnya adalah memberikan wahyu dalam dunia pewayangan, memberikan hukuman serta meberikan hadiah kepada wayang-wayang yang gelar di Marcapada.

Sebagai Trinata (Raja Tiga Kerajaan) yaitu kerajaan atas (Kahyangan), kerajaan tengah (Marcapada) dan kerajaan bawah (Jin Siluman dan sebangsanya). Batara Guru mempunyai kekuasaan yang sangat luas disertai dengan kesaktian yang mumpuni. Hanya dalam hatinya terbersit sifat sombong yang menganggapnya sebagai makhluk yang sangat sempurna melebihi kakak-kakaknya sekalipun.

Sanghyang Tunggal yang mengetahui hal tersebut mengatakan bahwa sebenarnya Batar Guru mempunyai kelemahan dikakinya, lehernya belang, mempunyai taring dan berlengan empat. Mengetahui hal tersebut Batara Guru merasa sedih karena meyakini suatu waktu hal tersebut akan terjadi.

Sebagai pengatur kehidupan didunia pewayangan sudah seharusnya Batara Guru mejalankan alur cerita yang seharusnya terjadi pada dunia pewayangan, oleh karena itu Batara Guru selalu menghalangi berbagai pihak yang berusaha mendamaikan Pandawa dan Kurawa, yang akan mengakibatkan batalnya perang Bharatayuda. Karena menurut pakem pewayangan perang besar tersebut memang harus terjadi.

Sayangnya tidak selamanya kebijakan yang diambil berdasarkan hati yang bersih dan keadilan, terkadang apa yang diambilnya berdasarkan masukan dari salah satu pihak sehingga sering kali membuat Semar mejadi murka dan mendatanginya untuk meminta pertanggungjawaban atas kelalaiannya. Dalam melaksanakan tugas sehari-harinya Batara Guru dibantu oleh seorang penasihat yang bernama Batara Narada, karena kepandaian dan kebijaksanaannya sering juga disebut Resi Narada. Dengan bantuannyalah pemerintahan di tiga kerjaan yang dipegang oleh Batara Guru tidak terjadi gunjang-ganjing yang dahsyat.

Bila bepergian Batara Guru selalu menggunakan kendaraan yang berupa lembu betina yang bernama Lembu Andini, Batara Guru bisa mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan suatu kejadian yang belum terjadi dengan bantuan Kaca Trenggana salah satu senjata saktinya, yang sering diinginkan oleh para dewanawa yang meyerang ke Kahyangan. Selain itu ilmu pamungkas yang dipunyainya tidak kalah hebat, Ajian Kemayan bisa membuat musuh lumpuh, lunglai bahkan hancur berkeping-keping. Ajian ini sebenarnya hanya bisa ditandingi oleh kesaktian Semar yang bernama Saptarenyu.

Jabatan seringkali menjadi godaan dalam hidup manusia, kebijaksanaan dan keadilan sangat sulit untuk diwujudkan bagi semua orang. Dalam hidup sebenarnya sudah ada pakem / garis hidup yang harus terjadi, tidak seorangpun dapat merubahnya. Hanya bisa mengusahakan agar lebih baik. Kesempurnaan tidaklah dimiliki oleh makhluk yanga ada di dunia ini, semua makhluk pasti mempunyai kelemahan. Oleh karena itu sangat tidak baik jika merasa lebih sempurna dari orang lain.

Rabu, 27 Mei 2009

Togog

Setelah berpisah dengan kakaknya Sanghyang Ismaya, Sanghyang Antaga berganti nama menjadi Togog Tejamantri. Kebalikan dengan Semar yang menjadi punakawan para raja dan ksatria Rahwana. Pada dasarnya Togog selalu memberikan masukan kepada momongannya agar bertindak lebih baik lagi dalam kehidupan, dan tidak bertindak licik. Hanya saja semua masukanyang baik, Togo menjadi punakawan para raja yang berwatak angkara bahkan kepada raja raksasa semisal yang diberikan senantiasa ditolak dan tidak didengarkan oleh para junjungannya.

Meskipun selalu dibentak dan tidak didengar seluruh nasihatnya, Togog tetap setia dengan tugasnya sebagai punakawan untuk raja-raja dan ksatria-ksatria yang berwatak angkara. Seringkali caci-maki diterima oleh Togog dalam rapat paripurna kerajaan dari para atasannya, hanya saja Togog tetap bersikukuh memberikan pandangan yang menurutnya baik dan menganjurkan para junjungannya jangan terlalu berbuat buruk.

Ciri khas Togog adalah suaranya yang lantang dan nyaring, sehingga setiap pembicaraannya bisa didengar oleh seluruh orang yang berada dalam ruangan. Hanya saja karena sering bergaul dengan orang-orang yang berwatak sombong dan tinggi hati. Dalam kesehariannya juga Togog terkadang berkelakuan seperti itu. Apalagi jika menyangkut dengan Semar, rasa iri dan rasa tidak mau kalah selalu muncul. Sehingga sering terjadi perbantahan diantara keduanya.

Pada masa perang bharatayuda meletus sebetulnya merupakan pepeperangan antara momongan Semar yang berjiwa baik dan berhati suci, melawan momonga Togog yang berjiwa angkara dan berhati kotor. Walaupun tidak semua tokoh yang membela pihak angkara berjiwa angkara pula.

Disini dapat dilihat, pada hakikatnya walaupun seseorang mempunyai jiwa yang kurang baik dan bersifat angkara, selalu ada sedikit sisi baiknya. Simbolnya adalah Togog yang selalu memberikan masukan kearah kebaikan walaupun tidak pernah didengar oleh atasannya, selain itu Togo juga sebenarnya bisa memberikan masukan yang baik, hanya saja implementasi dalam kehidupan sehari-hari sangat kurang.

Semar

gambar dari wayanggolek.net

Setelah tragedi perang tanding dengan Sanghyang Rancasan dan diusir dari Kahyangan untuk turun ke Marcapada. Sahngyang Ismaya yang sudah kehilangan ketampanannya berhenti sejenak dan berfikir. Jika masih menggunakan nama aslinya yaitu Sanghyang Ismaya dirasakan sangat tidak cocok, diakrenakan tempatnya para Sanghyang adalah Kahyangan bukan Buana Pancatengah / Marcapada. Untuk menyamarkan statusnya akhirnya Sanghyang Ismaya mengambil nama Semar.

Dalam cerita pewayangan saat turun ke Marcapada keadaannya masih sunyi belum ada penghuninya, menurut cerita saat itu lautan masih mendidih dan bebatuan masih lembek seperti tape singkong. Untuk menemani perjalananannya maka Semar menciptakan mahluk / manusia yang diberinama : Astrajingga / Cepot, Udawala / Dawala dan Gareng / Nalagareng.

Semar mempunyai sifat setia, ramah, gembira, pandai menyimpan rahasia dan tidak pernah menyombongkan diri. Padahal menurut cerita Semar bisa dikategorikan sebagai tokoh yang paling sakti serta mengatahui apa-apa yang sudah, sedang dan akan terjadi. Tetapi walaupun dengan segudang kesaktian tersebut tidak menjadikannya sombong dan ingin berkuasa. Dia sangat mencintai perannya sebagai pengasuh dan pengayom dari keturunan raja-raja darma / raja-raja yang adil bijaksana. Tidak pernah sedikitpun terbersit dalam benaknya untuk mengambil alih suatu urusan, kecuali disaat junjungannya meminta bantuan, itupun setelah benar-benar tidak ada lagi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Jika atasannya mengalami kesulitan selalu memberikan nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat, tetapi jika apa yang dilakukan oleh atasannya salah tidak segan-segan untuk melakukan kritik walaupun dengan cara yang sangat halus namun tajam. Hal semacam ini sering terekam dalam cerita-cerita anggitan (cerita rekaan) yang dibawakan oleh dalang. Tidak jarang disaat akhir pemecahan masalah Semar ini naik ke Kahyangan untuk mendamprat para dewa yang dipimpin oleh Batara Guru jika dirasakan sang pemimpin para dewa tersebut salah dalam mengambil kebijakan. Bahkan dalam beberapa cerita Semar manunggal dengan junjungannya demi menghancurkan serangan / rintangan yang muncul saat itu.

Apapun dan dimanapun Semar, itulah potret dari seorang punakawan / rakyat yang mempunyai kelebihan, tetapi sangat mencintai dan menghormati junjungan / atasannya. Tetapi tidak segan-segan untuk melakukan kritk jika sang pemimpin salah, atau bahkan turun tangan sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah yang termat pelik sekalipun.

Sanghyang Rancasan

Menurut versi pewayangan sunda / wayang golek Sanghyang Rancasan adalah anak sulung Sanghyang Tunggal, ada berbagai versi yang menceritkan tentang Sanghyang Rancasan ini salah satunya cerita ini. Sebagai anak dari penguasa Kahyangan sudah jelas mempunyai ilmu dan kesaktian sangat tinggi. Hampir seluruh kesaktian yang dimiliki oleh ayahnya dikuasainya, hanya saja yang menjadi ganjalan selama ini adalah sikap dari ayah bundanya yang kelihatan lebih memperhatikan dan menyayangi adik bungsunya Sanghyang Manikmaya. Terlebih lagi sikap Sanghyang Manikamaya yang terkadang tidak terlalu memperdulikannya sebagai kakak tertua.

Lama-kelamaan perasaan iri yang tersimpan dalam hatinya semakin membesar dan menyelimuti akal sehatnya. Sebagai anak tertua sudah sewajarnya jika Sanghyang Rancasan memendam hasrat untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya di Kahyangan. Hanya saja melihat sikap adik bungsunya yang terlihat ingin menjadi raja di Kahyangan dan curahan kasih sayang yang dirasakan olehnya kurang adil. Maka rasa resah dan gundah selalu saja menyelimuti hatinya.

Suatu hari Sanghyang Rancasan termenung dan akhirnya berfikir jika seandainya tahta tersebut tidak dipatakannya, maka dia tidak akan mempunyai kedudukan yang dirasakan sudah menjadi haknya. Oleh karena itu menurutnya dia harus mempunyai tempat yang sama dengan Kahyangan yang didiaminya saat ini. Selanjutnya tanpa pamit kepada kedua orang tuanya apalagi kepada adik-adiknya. Setelah menempuh perjalanan beberapa lama akhirnya dia menemukan tempat yang dianggapnya cocok, tempat itu letaknya ditengah-tengah antara Kahyangan dengan dunia tengah / marcapada.

Dengan kesaktiannya maka Sanghyang Rancasan menciptakan sebuah tempat sebagai tandingan Kahyangan tempat tinggalnya. Bahkan bisa dikatakan lebih indah dari Kahyangan yang menjadi tempat lahirnya. Keberadaan kahyangan tandingan tersebut membuat gembar di Kahyangan tempat para dewa bersemayam. Sanghyang Manikmaya diberi tugas untuk menyelidiki tempat tersebut oleh Sanghyang Tunggal, saat tiba ditempat tersebut Sanghyang Manikmaya tertegun karena benar-benar mirip dengan kahyangan bahkan harus diakui lebih indah. Selanjutnya Sanghyang Manikamaya menjumpai penguasa tempat tersebut yang ternyata kakanya sendiri Sanghyang Rancasan.

Sanghyang Manikmaya mempertanyakan perihal pembuatan tempat tersebut, Sanghyang Rancasan dengan tegas mengakatakan bahwa Sanghyang Manikmaya jangan mengganggunya karena itu adalah tempatnya, yang akan dijadikan kerajaan di luar Kahyangan. Sanghyang Manikmaya disuruh pulang ke Kahyangan dan jangan menghiraukannya lagi. Merasa tidak akan menang jika harus perang tanding dengan sang kakak, maka Sanghyang Manikmaya minta ijin pulang ke Kahyangan. Dalam perjalanan pulang Sanghyang Manikmaya berfikir bila Sanghyang Rancasan dibiarkan mendirikan kerajaan tersebut, sudah barangtentu akan menjadi saingannya dimasa yang akan dating, jika dirinya menjadi raja di Kahyangan meneruskan tahta ayahandanya.

Untuk menghadapi Sanghyang Rancasan sudah jelas tidak akan sanggup, akhirnya dia menemui dua kakaknya yang lain yaitu Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga. Kepada keduanya Sanghyang Manikmaya mengatakan bahwa Sanghyang Rancasan sudah membuat kerajaan baru yang sangat mirip dengan Kahyangan, dan akan menggangu kedaulatan yang Kahyangan. Awalnya Sanghyang Ismaya kurang sependapat dan ingin menanyakannya langsung kepada Sanghyang Rancasan, hanya saja Sanghyang Manikamay terus-menrus mengatakan bahwa sudah tidak mungkin untuk berdialog lagi dengan Sanghyang Rancasan, apalagi setelah Sanghyang Antaga terpengaruh maksud tersebut diurungkan dan mereka bertiga langsung menuju ke tempat Sanghyang Rancasan.

Saat tiba ditempat yang dituju terjadi perang mulut diantara kakak beradik tersebut, dan akhirnya terjadilah perangtanding yang mengakibatkan tempat tersebut rusak berat. Setelah bertarung beberapa lama terlihat kesaktian Sanghyang Rancasan lebih tinggi dari Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manikmaya. Kesaktiannya hanya bisa diimbangi oleh Sanghyang Ismaya. Ketika sedang terjadi pertarungan antara Sanghyang Ismaya dengan Sanghyang Rancasan ditonton oleh kedua adiknya. Sebenarnya Sanghyang Ismaya tidak ingin mencelakai kakaknya tersebut, hanya ingin melumpuhkannya untuk seterusnya dibawa ke Kahyangan untuk diinterogasi lebih lanjut. Sanghyang Manikmaya tidak sabar dan berbisik kepada Sanghyang Antaga untuk membatu Sanghyang Ismaya.

Saat itu Sanghyang Ismaya sedang menarik tangan kanan Sangyang Rancasan, setelah mendapat bisikan dari Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Antaga melompat dan menyambar tangan kiri Sanghyang Rancasan. Sanghyang Ismaya kaget bukan kepalang melihat hal tersebut, tetapi terlambat Sanghyang Antaga sudah menarik tangan kiri Sanghyang Rancasan dengan sangat kencang. Tarikan yang disertai dengan ilmu yang dimilikinya menyebabkan tubuh Sanghyang Rancasan terbelah menjadi dua, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Sanghyang Rancasan berujar akan selalu memburu Sanghyang Ismaya kemanapun sampai kapanpun.

Disaat Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga tertegun dan menyesali kejadian yang baru saja berlalu, Sanghyang Manikmaya berlari melapor kepada Sanghyang Tunggal bahwa Sanghyang Rancasan mati ditangan Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga dikarenakan Sanghyang Rancasan membuat Kahyangan tandingan. Sebetulnya Sanghyang Tunggal sudah waspada hanyasaja sangat menyesalkan sikap anak-anaknya yang terlalu terbawa nafsu dan tidak bisa berfikir jernih. Saat Sanghyang Tunggal bertanya kejadian sampai meninggalnya Sanghyang Rancasan kepada mereka Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga saling menyalahkan.

Melihat hal tersebut Sanghyang Tunggal murka dan berkata mereka itu tidak ubahnya kucing dengan anjing, selalu saja bertengkar dan saling menyalahkan. Saat itu pula Sanghyang Ismaya yang tadinya sangat tampan berubah menjadi buruk rupa dengan tubuh bulat dan wajah bulat pula seperti wajah kucing, Sanghyang Antaga juga kehilangan ketampanannya dan mempunyai muka yang panjang serta bibirnya sobek memanjang seperti wajah anjing. Akhirnya Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga diturunkan ke marcapada, Sanghyang Ismaya akan menjadi pengikut dan pengasuh keturuan dari raja-raja yang baik. Sedangkan Sanghyang Antaga akan berada dipihak yang berseberangan dengan Sanghyang Ismaya.

Dari cerita itu dapat diambil hikmah bahwa orangtua jangan membeda-bedakan kasih sayang terhadap anak, dan setiap orang harus mau saling menghormati. Baik itu terhadap orang yang lebih tua maupun sebaliknya terhadap orang yang lebih muda. Rasa iri yang terpendam akan mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah. Segala urusan lebih baik ditempuh dengan jalan damai dan dibicarakan secara kekeluargaan, sebagai orang tua juga sangat dilarang untuk berkata sembarangan terhadap anaknya. Karena perkataan orang tua adalah do’a yang sudah pasti didengar oleh Allah SWT.

Empat Dewa

Dalam dunia pewayangan khususnya wayang golek dikenal tokoh dewa, tokoh-tokoh ini menempati daerah yang disebut kahyangan. Tugas para dewa adalah memelihara perdamaian dan mengayomi kehidupan manusia di marcapada. Secara turun temurun para dewa ini menempati kahyangan sesuai dengan jatah masing-masing. Misalnya Batara Indra di Kaendran, Batara Bayu di Panglawung dan lain-lain.

Di Kahayangan sendiri sebetulnya ada juga tempat yang tidak bisa sembarangan untuk didatangi yaitu tempat tinggal Sanghyang Wenang dan Sanghyang Tunggal, tempat tersebut adalah Ondar-Andir Buana dan Alang-Alang Kumitir. Para dewa ini mempunyai sifat yang abadi dan mempunyai kesaktian yang cukup tinggi serta mempunyai senjata yang sakti pula.

Dunia pewayangan yang sering didengar saat kahyangan dipimpin oleh Batara Guru yang punya sebutan Sanghyang Pramesti Jagat Nata / Sanghyang Manikmaya, sangat jarang dalang yang membawakan cerita saat Sanghyang Tunggal apalagi Sanghyang Wenang berkuasa di Kahyangan. Kalau menurut cerita wayang golek Batara Guru adalah anak bungsu dari Sanghyang Tunggal. Menurut silsilah wayang yang saya perhatikan garis turunan para dewa itu secara garis besarnya begini :

Sanghyang Nurcahya yang menikah dengan Dewi Mahmuni mempunyai anak Sanghyang Nurasa. Sanghyang Nurasa menikah dengan Dewi Sarwati / Dewi Rawati mempunyai putra yang bernama Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang inilah yang melanjutkan memegang kekuasaan di Kahyangan dan menjadikan Dewi Sahoti / Dewi Sati istrinya. Dari pernikahan itu lahirlah Sanghyang Tunggal yang beristrikan Dewi Suyati. Dari pernikahan itu Sanghyang Tunggal mempuyai empat orang putra yaitu : Sanghyang Rancasan, Sanghyang Ismaya, Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manik Maya.

Dari mereka inilah para dewa lahir dan cerita dunia pewayangan mulai bergulir, dengan garis pemisah yang jelas kebenaran selalu menang melawan kebathilan.

Selasa, 26 Mei 2009

Dalang Wayang Golek

Dalang adalah orang yang tidak bisa dilepaskan dari wayang golek, dialah orang yang menjadikan wayang-wayang itu hidup dengan karakternya masing-masing. Seperti halnya selebritis atau penyanyi dalangpun mempunyai kelebihan masing-masing, denga kelebihannya itu sang dalang bisa memikat penggemar wayang golek seperti saya.
Intinya dalang tersebut harus bisa menjiwai lakon yang sedang dibawakannya, harus bisa tembang pupuh, suluk, berfilsafat dan bisa memberikan wejangan bagi penonton. Ada beberapa dalang yang menurut saya sangat memikat saya, kalau saja dibuatkan peringkat mungkin akan saya buata seperti ini :
* Dede Amung Sutarya
Beliau adalah dalang yang menurut saya memiliki kemampuan yang paling komplet, diantara dalang-dalang lainnya beliaulah dalang yang paling panadai nembang dengan berbagai macam pupuh. Kalau tidak salah seluruh pupuh bisa beliau bawakan dengan baiknya sehingga jauh dari rasa bosa jika melihat atau mendengarkan cerita wayang yang dibawakannya.
Disamping filsafat kehidupan yang disampaikannya selalu mengena dan dengan cara yang halus dan sangat baik. Kekuatan filsafat inilah yang menurut saya menjadikan daya tarik tersendiri darinya.
* ADE KOSASIH SUNARYA
Cara membawakan wayang golek yang elegan dan sangat dinamis, sehingga orang akan terpukau dan merasakan seakan-akan yang menari itu bukanlah wayang yang terbuat dari kayu, melainkan orang yang sedang menari. Jika terjadi peperangan antar wayang jelas-jelas terlihat sangat indah setiap gerkannya, seolah-olah benar-benar sedang terjadi perang tanding dua jawara di atas panggung.
* ASEP SUNANDAR SUNARYA
Harus diakui memang beliau adalah pelopor wyang golek modern, bentuk-bentuk wayang yang tidak lagi terpaku dengan pakem lama tetapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga orang akan lebih tertarik melihat bentuk wayang yang dimainkannya. Disamping itu humor-humor segar dan terkadang menggelitik para pemimpin cukup dikeluarkan dengan media Cepot sebagai senjata andalannya. Tidak salah memang jika orang mengatakan beliau adalah Profesor wayang golek.
* CECEP SUPRIADI
Beliau adalah salah satu dalang senior dengan pembawaan khas dan kekuatan pada pendalaman cerita yang dibawakannya penonton ataupun pendengar akan dibawa serius untuk mendengarkan setiap kata yang diucapkan para tokoh wayang yang sedang tampil. Dengan penghayatan yang sangat mendalam terhadap alur lakon yang ditampilkan, cukup mudah orang menebak akan seperi apa akhir lakon yang dibawakannya.
* ASEP TRUNA
Menurut saya ini adalah dalang wayang bobodoran sejati, karena kekuatan yang ada sesungguhnya ada dalam banyolan yang dibawakannya. Dengan kekuatannya itu beliau terasa sangat menyatu dengan para tokoh punakawan. Baik itu Cepot, Dawala ataupun Gareng.
Disamping dalang-dalang tersebut sebenarnya masih banyak lagi yang lainnya dengan segala kelebihan yang dimilikinya. Sebut saja Jojo Hamjah yang sempat menyabet gelar Binojakrama Padalangan, Wawan Dede Amung Sutarya, Endang Amung Sutarya, Deden Suntara anak dari Ade Kosaih Sunarya, Adi Konthea cucunya Ade Kosasi Sunarya dan lain-lain.
Harana saya sebagai penikmat wayang golek semoga penerus dalang wayang golek selalu hadir, dan semoga makin banyak juga yang mencintai wayang golek ditengah gempuran superhero dan cerita-cerita kartun dari bangsa lain.

Senin, 25 Mei 2009

PR Bahasa Sunda

Saya pernah mendapatkan PR dari guru Bahasa Sunda saat kelas 5 SD kebetulan tema pelajaran saat itu adalah 'Pancakaki' dalam Bahasa Indonesianya silsilah keluarga. Untuk memudahkan saya sengaja waktu itu membuat tabel pancakaki dari tokoh wayang, dan ketika disuruh menerangkan didepan kelas teman-teman termasuk guru terlihat cukup menikmati dan tertarik.
Dari tabel tersebut saya ingat betul menjelasakan dalam bahasa sunda :
Arjuna teh adina Bima, Bima boga lanceuk ngarana Yudisthira. Gatotkaca anakna Bima, mun Abimanyu boga Bapa ngarana Arjuna. Gatotkaca jeung Abimanyu teh alona Nakula jeung sadewa. Ari Gatotkaca teh pernahna lanceuk misan Abimanyu, sabalikna Abimanyu teh adimisan Gatotkaca. Mun Gatotkaca nyebut ka Arjuna teh paman / emang, ari Abimanyu ka Bima mah nyebutna teh uwa.
Ari abimanyu teh suanna Bima jeung Yudisthira. Parikesit ka Arjuna nyebutna aki, sabalikna Arjuna ka Parikesit pernahna incu. Parikesit ka Pandu nyebutna buyut / uyut, ka Abiyasa mah janggawareng. Mun ka Palasara udeg-udeg nyebutna teh, ari ka Sakri nyebutna kakaitsiwur. Mun ka Sakutrem mah biasa nyebutna karuhun.
Sekarang pelajaran seperti itu kayaknya saudah tidak diberikan lagi di SD maupun SMP, apalagi minat orang untuk mempelajari Bahasa Sunda kelihatannya semakin menurun.

Pertamakali Dapat Gambar Wayang

Seperti halnya kebanyakan anak-anak seusia saya waktu itu, sayapun sangat gemar bermain gambar yang dalam bahasa setempat disebut ngadu gambar. Gambar-gambar yang populer saat itu adalah gambar superman,gundala putra petir, golok setan dan sibuta dari goa hantu. Saya awalnya tidak mempunyai banyak koleksi gambar, awalnya saya beli dari orang yang sedang main Rp. 5,- jumlahnya sekitar 20 lembar itupun tidak satu seri (satu cerita).
Dengan modal awal sebanyak itu lama-kelamaan koleksi saya bertambah hingga mencapai satu tas penuh, karena di tempat saya sangat jarang anak yang main gambar saya biasa main ke desa sebelah (Sangkanurip), kebetulan disana banyak teman-teman sekolah saya. Suatu saat saya main gambar dengan beberpa orang teman, makin lama bermain gambar saya yang awalnya saya bawa sekitar 40 lembar bertambah banyak sekali, padahal saya sudah menjualnya beberpa kali. Seingat saya waktu itu disamping gambar yang jumlahnya sudah pasti ratusan, uang dikantong saya sekitar Rp. 35,-.
Tiap kali main gambar setiap orang pasti mempunyai gambar andalan kami menyebutnya 'gambar kojo', kojo saya adalah sijepang karena gambarnya tentara jepang sedang bertempur melawan tentara jerman nomornya 7 dan 18. Kebetulan hari itu hari minggu jadi kami bermain dari mulai pagi sekitar jam 8 atau jam 9, setelah hampir dhuhur permainan selesai dan masing-masing dari kami menghitung jumlah gambar yang diperoleh. Sudah pasti yang kalah cuma bisa nyengir kuda sambil melihat orang lain menghitung 'bati' alias kemenangan hari itu.
Saat membereskan gambar yang saya peroleh terlihat ada tiga gambar yang baru saya lihat, ketiga gambar tersebut saya pisahkan dibawah masing-masing gambar tersebut tertulis : Kresna,Arjuna dan Bima. Ternyata itu adalah gambar wayang, saya senang mendapatkan gambar-gambar itu dan saya simpan terpisah sebagai koleksi pribadi. Sayangnya gambar-gambar tersebut sekarang tinggal kenangan, karena saat mendekati EBTANAS koleksi gambar saya yang sudah mencapai satu koper dan satu tas kecil dibakar oleh Bapa. Waktu itu beliau sangat takut jika saya tidak konsentrasi belajar karena terus-terusan main gambar, bahkan tidak jarang saya memainkan gambar-gambar wayang meniru dalang wayang golek.

Sabtu, 23 Mei 2009

Menyimak Cerita Wayang

Beberapa hari setelah mendengarkan acara wayang di RRI Cirebon, tepatnya malam rabu saya tahu dari Bapak di RSPD Kuningan (itu juga kalau tidak salah) ada siaran wayang golek jam 9 malam. Tapi bukan siaran langsung katanya dari rekama kaset.
Malamnya saya sudah siap-siap dan berniat untuk mendengarkan cerita wayang yang akan disiarkan, ternyata lakon yang dimainkan adalah Nurkala Kalidasa dengan dalang Cecep Supriyadi. Inti ceritanya adalah permintaan Prabu Kresna untuk menentramkan dunia, dengan cara memohon bantuan kepada Prabu Yudisthira untuk menghadap kepada Betara Guru di Kahyangan agara dunia bisa damai.
Prabu Yudisthira menyanggupinya tetapi dengan syarat ingin tidur sebentar dipangkuan Prabu Kresna dan Arjuna. Keinginan tersebut disanggupi oleh kedua orang tersebut, ternyata Prabu Yudisthira tidak tidur melainkan merapalkan ilmunya sehingga sukmanya bisa keluar dari raganya dengan bentuk Denawa / Raksasa sebesar gunung yang selanjutnya menuju Kahyangan untuk menemui Betara Guru.
Maksud Denawa jelmaan sukma Prabu Yudisthira mengaku sebagai Nurkala Kalidasa, dihadang para Dewa yang dipimpin oleh Betara Narada saat akan memasuki gerbang Kahyangan. Mereka tidak mengijinkan Denawa memasuki Kahyangan, meskipun sang Denawa mengaku sebagai jelmaan sukma Putra Pandawa tertua. Perangtandingpun tidak dapat dihindari karena Nurkala Kalidasa memaksa untuk menemui Betara Guru dan tetap dilarang oleh pasukan Dewa, degan kesaktiannya tidak ada satu Dewa pun yang berhasil mengalahkan Nurkala Kalidasa.
Akhirnya Nurkala Kalidasa berhasil menemui Betara Guru dan mendapatkan wejangan utnuk menciptakan perdamaian di dunia, meskipun diakhir cerita nanti akan terjadi perang besar anatar yag benar dengan yang salah di Tegal Kurusetra. Setelah berhasil maksudnya maka sang Denawa memasuki lagi raganya, disaat yang bersamaan Prabu Yudisthira bangun dari tidurnya dipangkuan Prabu Kresna dan Arjuna. Ternyata Prabu Kresna dan Arjuna tidak sadarkan diri karena menunggu terlalu lama memangku Prabu Yudisthira tidur dipangkuannya, akhirnya mereka disadarkan oleh Prabu Yudisthira dan semua wejangan dari Betara Guru disampaikan kepada mereka.
Tutup Lawang Sigotaka....kata sang dalang

Jumat, 22 Mei 2009

Awal Senang Wayang

Seingat saya waktu sekitar kelas dua SD hampir kelas tiga, tepatnya sekitar catur wulan ke-2 (dulu sekolah SD masih memakai sistem catur wulan). Malem minggu kebetulan Bapak sedang mendengarkan RRI Cirebon sekitar jam 9 malam, waktu itu di rumah belum ada listrik. Radio telesonic dengan 12 batu battery lah yang menjadi satu-satunya hiburan dimasa itu.

Awalnya saya sendiri tidak begitu tertarik dengan siaran yang sedang Bapak dengarkan, yang tertangkap oleh telinga saya adalah suara gamelan dan nyanyian sinden (penyanyi dalam bahasa sunda). Lama-kelamaan terdengar juga suara sang dalang yang sedang memainkan wayang saat itu Gatotkaca sedang berhadapan dengan Denawa di Alas Pringgadina Cala (hutan belantara versi sang dalang). Disimak-simak ternyata ada juga persamaan dengan dongeng enteng pasosore yang menjadi kesenangan saya waktu itu, hanya saja tokoh-tokohnya sangat asing ditelinga saya. Yang pertamakali saya ingat adalah tokoh Bima dan Gatotkaca yang ternyata anak dan bapak yang menjadi pembela kebenaran dan sama-sama sakti.
Itulah awalnya saya kenal dengan wayang tepatnya wayang golek, ternyata memang saat itu hampir tiap malam minggu RRI Cirebon selalu mengadakan pertunjukan wayang golek secara langsung di halamannya dan me-relay-nya melalui gelombang radio sehingga bisa dinikmati pula oleh orang-orang yang senang wayang tetapi tempantnya jauh dari RRI Cirebon.

my collections

my url's collectictions are :

http://all-nettools.com
www.thefreecountry.com
www.cardpet.com
www.reallylinux.com
www.tips-tricks.com
www.nationmaster.com
www.coolpdf.com/pdf-watermark.htm