Jumat, 29 Mei 2009

Dewi Kuntinalibrata

Gambar : koleksi dari teman

Dewi Kunti adalah putri Prabu Kuntiboja yang mempunyai paras cantik dan cerdas serta ulet dalam belajar. Dalam usia yang sangat muda Dewi Kunti berhadil menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan, salah satunya adalah mantra pangarad untuk memanggil para dewa ke marcapada jika dibutuhkan, mantra tersebut dipatkan dari Resi Druwasa.

Sang Resi sudah mewanti-wanti jangan sekali-kali merapalkan mantar tersebut tanpa ada maksud tertentu dan dalam keadaan terpepet. Disinilah sifat iseng dan ingin tahu seorang wanita muda timbul, seuatu ketika saat matahari berada diubun-ubun Dewi Kunti sangat penasaran ingin mencoba mantra sakti tersebut, pada saat merapal mantra tersebut dia melihat kearah matahari, maka yang terbayang olehnya adalah Batar Surya sang peguasa matahari.

Tidak lama setelah itu munculah Batara Surya bersamaan dengan itu seluruh tempat tersebut ditutupi cahaya yang sangat menyialukan, Dewi Kunti terpana dengan kehadiran Batara Surya terutama oleh ketampanannya. Saat Batara Surya beratanya maksud pemanggilanya, Dewi Kunti hanya menjawab sekedar ingin mencoba merapal mantra sakti dari gurunya. Dari pertemuan tersebut tidak dapat dihindarkan lagi terjadi hubungan terlarang yang seharusnya tidak terjadi.

Setelah beberapa lama diketahui Dewi Kunti hamil, maka gegerlah seisi istana dan membuat Prabu Kuntiboja marah besar. Ketika ditanyakan langsung kepada Dewi Kunti dijawab bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah anak dari Batar Surya, dikarenakan keisengannya merapal matra pangarad dari Resi Druwasa. Mendengar cerita tersebut Prabu Kuntiboaj hanya bisa termenung dan minta nasihat kepada para sesepuh agar terhindar dari aib yang sangat besar tersebut.

Merasa bertanggung jawab atas masalah yang tersebut Resi Druwasa menyaggupi akan meminta pertanggungg jawaban Batar Surya dan mengusahakan kelahiran anak tersebut , tetapi bukan seperti kelahiran biasa melainkan dari telingan kanan Dewi Kunti. Mendengar hal tersebut Prabu Kuntiboja menyetujuinya, selanjutnya Sang Resi memanggil Batara Surya untuk dimintai pertanggungjawabannya, Batara Surya menyuruh setelah anaknya lahir agar dilarung / dihanyutkan di Sungai Gangga. Sebelum proses kelahiran Batar Surya masuk kedalam kandungan Dewi Kunti dan memberikan pakaian ksatria yang disebut dengan Kre Waja kepada bayi tersebut, sehingga pada waktu lahir anak yang kemudian disebut dengan Karna (yang berarti telinga) sudah memakai baju besi yag kebal senjata dan beranti berlian seperti ksatria pada zaman itu. Kre Waja ini selalu menempel dikulit Karna dan selalu berubah ukuran sesuai dengan pertumbuhan tubuh Karna.

Setelah peristiwa tersebut Dewi Kunti benar-benar menyesal dan tidak mau gegabah untuk bertindak, dia semakin banyak belajar dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Hingga akhirnya dijadikan istri oleh Pandudewanata putra Begawan Abiyasa yang menjadi putra mahkota Astinapura. Dari pernikahannya itu lahirlah 3 orang putra yang bernama Yudistira, Bima dan Arjuna. Mereka bersama dengan anak kembar dari madunya (Dewi Madrim) yang bernama Nakula dan Sadewa diseput dengan Panca Pandawa alias Pandawa Lima.

Setelah Pandu wafat dan Dewi Madrim ikut labuh geni (membakar diri) bersama dengan jasad Pandu, disini terlihat kasih sanyang dan keadilan Dewi Kunti terhadap para putranya. Dia tidak pernah membeda-bedakan anak walaupun dua diantaraya bukan anak kandungnya. Mereka mendapatkan perlakuan, kasih sayang dan dasar pendidikan yang sama. Bahkan disaat Pandawa harus dibuang ke hutan selama 13 tahun, Dewi Kunti tetap ikut mendampingi putra-putranya.

Dewi Kuntinalibrata bisa digolongkan sebagai seorang perempua yang sakti mandaraguna, menurut kidalang dia seorang yang saciduh metu saucap nyata yang artinya apa yang dinakatan olehnya akan terjadi. Seperti saat Arimbi yang jatuh cinta kepada Bima tetapi Bima menolak karena wujud Arimbi yang seorang Denawa / Raksasa dan adik dari musuhnya. Hanya saja Dewi Kunti melihat ketulusan dan kesucian dihati Arimbi, dia berkata kepada Bima bahwa sebenarnya Arimbi itu adalah putri cantik bahkan tidak kalah cantik dengan putrid-putri kerajaan lain. Setelah Dewi Kunti berkata begitu seketika itu pula Arimbi berubah dari wujud Denawa menjadi seorang putrid yang cantik jelita.

Dapat diambil pelajaran dari cerita ini bahwa manusia hidup ini selalu dibatasi dengan aturan, sekali aturan itu dilanggar maka kita harus siap menunggu akibatnya. Jangan sekali-sekali kita berbuat iseng dengan ilmu atau pengetahuan yang kita miliki, karena bisa jadi menjadi malapetaka untuk diri kita sendiri. Patuhi apa yang dikatakan oleh orang yang lebih tua, dan amalkan ilmu agar bermanfaat bagi seluruh makhluk. Walaupun seseorang sudah melakukan kesalahan yang termat besar dan sangat-sangat fatal, jika mau untuk bertaubat niscaya hidayah akan datang dalam kehidupannya. Jadikan kesalahan masa lalu sebagai bahan koreksi masa kini dan masa yang akan datang. Yang paling penting perlakukan semua sama jangan dibeda-bedakan, dan bersikaplah adil terhadap siapapun.

Wewengkon / Daerah Kekuasaan Para Tokoh Wayang

Sebagaimana halnya manusia dizaman sekarang, para tokoh wayang juga mempunyai tempat tinggal sekaligus daerah kekuasaanya masing-masing, yang berhasil saya ingat dari cerita para dalang dan beberapa sumber yang pernah saya baca adalah :

Sahiang Wenang : Undar Andir Buana
Sahiang Tunggal : Alang-alang Kumitir
Sahiang Manikmaya : Jongring Salaka
Sahiang Ismaya : Sunyaruri
Sahiang Pungguh : Sebaruri

Batara Narada : Sidi pangudal-udal
Batara Sambu : Suwela Gringging
Batara Brahma : Duksinageni
Batara Indra : Tenjomaya
Batara Bayu : Panglawung
Batara Wisnu : Utara Segara
Batara Kala : Selamengempeng
Batara Sakra : Jongmeru
Batara Mahadewa : Hargapura
Batara Asmara : Mayaretna
Batara Anantaboga : Saptapertela
Batara Nagaraja : Sumur Jalatunda
Batara Baruna : Dasar Segara
Batara Kamajaya : Cakra Kembang
Batara Yamadipati : Parang Gumujang
Batara Bagaspati : Argabelah
Batara Darmajaka : Hima-himawan
Batara Ganesa : Galugu Tinatar
Batari Durga : Setra Gandamayit
Dewa Ruci : Teleng Samudra


Palasara : Retawu
Abiyasa : Saptaarga

Yudiistira : Amarta
Bima : Munggul Pawenang
Arjuna : Madukara
Nakula : Bumiratawu
Sadewa : Sawojajar
Antasena : Girisamodra / Dasarsamodra
Antareja : Jangkarbumi
Gatotkaca : Pringgandani
Abimanyu : Plengkawati

Baladewa : Mandura
Batara Kresna : Dwarawati
Samba : Paranggaruda
Setiaki : Lesanpura

Duryudana : Astinapura
Dursasana : Banjarjumut
Sangkuni : Plesajenar
Dorna : Jajar Sokalima
Karna : Awangga
Jayadrata : Banakeling
Lemana Mandra Komara : Saroja Binangun

Arjuna Sasrabahu : Maespati
Bomanaraksura : Trajutisna
Drupada : Cempalareja
Rahwana : Alengkadireja
Maswapati : Wirata
Niwatakawaca : Iman-Iman Taka
Ramawijaya : Pancawati
Salya : Mandaraka
Sugriwa : Gowa Kiskenda
Anoman : Kendalisada
Kumbakarna : Pangleburgangsa

Kamis, 28 Mei 2009

Punakawan Pendamping

Dalam cerita pewayangan golek khususnya tokoh punakawan diwakili oleh Semar dan Togog dengan asuhannya masig-masing, pada prakteknya mereka mempuyai teman atau pendamping yang senantiasa hadir dalam lakon pewayangan tatkala mereka hadir. Para punakawan lainnya adalah :

Cepot alias Astrajingga / Satrajingga digambar sebagai anak sulug Semar, sesungguhnya dia adalah anak ciptaan Semar, menurut beberapa versi diciptakan dari bayangan Semar sedangkan versi lainnya menyebutkan dari saung yang waktu itu digunakan Semar berteduh saat turun ke Marcapada.
Tokoh menggambarkan orang yang mempunyai watak keras, gampang naik darah kalau bicara tidak mau kalah, tetapi mempunyai kesetiaan yang tidak diragukan lagi, dan berani membela kepentingan tuannya jika dalam koridor yang benar, serta tidak segan-segan menentang juga jika dirasakan tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. Dalam wayang golek sangat diandalkan oleh para dalang untuk menyampaikan wejangan-wejangan mengenai kehidupan, agama, sosial dan lain-lain melalui tokoh Cepot ini. Bahkan bisa dikatakan dia adalah maskot untuk wayang golek.

Dawala alias Udawala digambarkan sebagai anak kedua dari Semar mempunyai watak yang berfikiran panjang , bila bicara hati-hati dan bisa menempatkan kata-kata sesuai dengan situasi saat itu. Sehingga jarang sekali terkena omelan dari tuannya, dibalik semua itu sebenarnya Dawala ini sifatnya angin-anginan terkadang susah untuk menentukan pilihan dan tetap pada satu pendirian. Dalam membela prinsip tidak kalah dengan sang kakak (Cepot), bahu-membahu bersama dengan saudara-saudaranya dalam menghalau serangan dari para kurawa maupun denawa-denawa yang menyerang amarta.




Gareng alias Nalagareng pada cerita wayang golek ini adalah anak bungsung Semar, seperti halnya kedua kakaknya diapun merupakan anak ciptaan Semar sewaktu turun ke Marcapada. Gareng menggambarkan tokoh yang tidak begitu baik tutur bahasanya walaupun apa yang disampaikannya sangat baik dan berguna bagi orang lain, sangat berhati-hati dalam berjalan dan bertindak. Serba tidak enak dan cenderung kurang percaya diri, terkadang menjadi provokator untuk kedua saudaranya. Bila berhadapan dengan musuh tidak segan-segan menggunakan segala cara untuk melumpuhkannya, sehingga banyak diantara kurawa yang enggan berhadapan dengannya.

Bilung adalah soulmate dari Togog digambarkan sebagai tokoh dari negeri sebrang, bersuara nyaring alias cempreng dan suka memberikan nasihat kepada tuannya untuk berbuat baik. Jika nasihatnya ditolak maka serat merta dia akan mendukung segala kemauan dan ucapan dari sang atasan. Terlihat jelas sifat penjilat dari tokoh satu ini, yang penting dirinya bisa selamat kemauan apapun dari tuannya akan didukung, walaupun awalnya tidak setuju.






seluruh gambar tokoh wayang diambil dari http://www.lv-imports.com/.







Batara Narada

Gambar : www.lv-imports.com

Sanghyang Caturkaneka adalah saudara Sanghyang Tunggal dan mempunyai putra yang bernama Sanghyang Kanekaputra. Sanghyang Kaneka putra mempunyai banyak kelebihan diantara teman-teman sebayanya. Dia sangat pandai, ulet dan mempunyai control emosi yang sangat baik, sehingga segala persoalan yang dihadapinya selalu dapat diselesaikan dengan baik dan kepala dingin. Sifatnya yang selalu tertarik untuk belajar dan memperdalam apa yang telah dimilikinya, menjadikan dirinya Sanghyang yang cukup berilmu dan cakap dalam menjalani kehidupan, pendek kata dirinya mempunyai kemampuan yang setaraf dengan para resi dan menterjemahkan kehidupan ini.

Suatu ketika sang ayah mewariskan senjata sakti yang bernama Lingga Manik, dengan diwariskannya senjata tersebut sudah barang tentu membuat dirinya semakin disegani oleh siapapun. Hanya saja keadaan seperti itu tidak membuat Sanghyang Kanekaputra puas, bahkan dirinya sangat terobsesi mempunyai kemampuan yang melebihi siapapun. Karena memiliki keinginan untuk melebihi kemampuan para dewa semuanya, maka dia pergi bertapa ditengah lautan dengan menggenggam Lingga Manik untuk menyempurnakan kemampuannya.

Adanya seorang pemuda tampan yang melakukan tapa ditengah lautan dan ditambah oleh daya kekuatan Lingga Manik, membuat Kahyangan mejadi panas dan gonjang-ganjing. Setelah dilihat oleh Batara Guru melalui Kaca Trenggana ternyata hal ini disebabkan oleh Sanghyang Kanekaputra yang sedang bertapa. Untuk mengatasi hal tersebut Batara Guru mengutus para dewa dibawah pimpinan Batar Indra untuk membangunkannya dan membawanya ke Kahyangan untuk diadili. Para dewa berusaha untuk membangunkan Sanghyang Kanekaputra dan meminta untuk mau dibawa ke Kahyangan dan mempertanggungjawabkan situasi yang terjadi di Kahyangan saat itu. Karena Sanghyang Kanekaputra tetap bersikeras untuk melanjutkan tapanya, para dewa murka dan memaksanya untuk ikut. Hanya saja ternyata kemampuan Sanghyang Kanekaputra ternyata melebihi kemampuan seluruh dewa yang dating saat itu.

Batar Indra dengan sejata petirnya tidak mampu mengalahkannnya, begitu juga dengan Batara Brahma yang mencoba membakarnya tidak berhasil, dilanjutkan oleh Batara Bayu yang mengeluarkan angin puyuh / angin topan untuk menyapu tubuh Sanghyang Kanekaputra masih juga gagal. Batara Wisnu yang ikut untuk membujuk Sanghyang Kanekaputra mencoba untuk mengalahkannya yang diakhiri dengan penggunan senjata Cakra Udaksana yang menjadi andalan Batara Wisnu. Sesaat sebelum mengenai tubuhnya Sanghyang Kanekaputra mengatakan bahwa sesungguhnya Cakra Udaksana itu hanya bisa dikenakan kepada orang yang durjana, angkara murka dan selalu menyusahkan orang banyak. Ternyata ucapan itu membuat Cakra Udaksana tidak mau melukai Sanghyang Kanekaputra, malah menghilang kembali ke Batara Wisnu.

Batara Indra menghadap kepada Batara Guru dan memohon ampun karena tugas yang diembannya gagal dilaksanakan, dengan demikian Batara Guru turun langsung menhadapi Sanghyang Kanekaputra. Awalnya Batar Guru membujuk Sanghyang Kanekaputra untuk tidak meneruskan tapanya, hanya saja Sanghyang Kanekaputra selalu menolak bahkan mengajak Batara Guru berdebat mengenai masalah hidup dan kehidupan. Dalam perdebatan itu Batara Guru kalah telak dan harus mengakui bahwa Sanghyang Kanekaputra lebih pandai, bijaksana dan mempunyai wawasan yang lebih luas daripada dirinya. Sebagai penguasa Kahnyangan rasa ego masih menyelimuti perasaan Sanghyang Manikmaya / Batar Guru, dirinya merasa terhina dan marah karena berdebat. Pada suatu kesempatan Batara Guru mengaluarkan ajian pamungkas yang disebut Kemayan, saat kena ajian tersebut Sanghyang Kanekaputra berubah menjadi burukrupa. Akhirnya Sanghyang Kanekaputra mau ikut kepada Batara Guru, karena merasa kalah oleh Sanghyang Kanekaputra maka Batara Guru memanggilnya Kakang / Kakak sebagai penghormatan dan dijadikannya penasihat Kahyangan, Sanghyang Kanekaputra selanjutnya menggunakan nama Batara Narad / Resi Narada. Sesaat sebelum pergi ke Kahyangan saat berbicara berhadapan Batara Narada bersedekap dengan tangan didalam jubahnya, sehingga lengan jubah yang digunakan melambai-lambai tertiup angin. Melihat hal tersebut Batara Guru bergumam dalam dirinya seperti orang bertangan empat, saat itupula kutukan yang pernah diucapkan Sanghyang Tunggal menjadi kenyataan tangan Batara Guru bertambah sehingga menjadi empat. Walaupun menyesal telah bergumam dalam hati mengenai hal tersebut, keadaan dirinya tidak bisa berubah kembali.

Setiap orang mempunyai kemampuan dan kepandaian sendiri-sendiri, jangan pernah untuk memaksakan diri untuk menjadi makhluk yang paling mumpuni dan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT Dzat Yang Maha Sempurna. Akui kekurangan kita dan hormati kelebihan orang lain, tidak perlu merasa maul bahkan marah karena kelebihan seseorang. Jangan pernah berbuat licik dan selalu berfikiran positif terhadap orang lain, jangan sekali-sekali mengumpat keadaan orang lain sekalipun dilakukan dalam hati.

Batara Guru

Gambar : www.wayanggolek.net

Setelah sepeninggal Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga dan meninggalnya Sanghyang Rancasan, tampuk kepemimpinan di Kahyangan diserahkan kepada Sanghyang Manikmaya yang biasa disebut juga Batara Guru. Tugasnya adalah memberikan wahyu dalam dunia pewayangan, memberikan hukuman serta meberikan hadiah kepada wayang-wayang yang gelar di Marcapada.

Sebagai Trinata (Raja Tiga Kerajaan) yaitu kerajaan atas (Kahyangan), kerajaan tengah (Marcapada) dan kerajaan bawah (Jin Siluman dan sebangsanya). Batara Guru mempunyai kekuasaan yang sangat luas disertai dengan kesaktian yang mumpuni. Hanya dalam hatinya terbersit sifat sombong yang menganggapnya sebagai makhluk yang sangat sempurna melebihi kakak-kakaknya sekalipun.

Sanghyang Tunggal yang mengetahui hal tersebut mengatakan bahwa sebenarnya Batar Guru mempunyai kelemahan dikakinya, lehernya belang, mempunyai taring dan berlengan empat. Mengetahui hal tersebut Batara Guru merasa sedih karena meyakini suatu waktu hal tersebut akan terjadi.

Sebagai pengatur kehidupan didunia pewayangan sudah seharusnya Batara Guru mejalankan alur cerita yang seharusnya terjadi pada dunia pewayangan, oleh karena itu Batara Guru selalu menghalangi berbagai pihak yang berusaha mendamaikan Pandawa dan Kurawa, yang akan mengakibatkan batalnya perang Bharatayuda. Karena menurut pakem pewayangan perang besar tersebut memang harus terjadi.

Sayangnya tidak selamanya kebijakan yang diambil berdasarkan hati yang bersih dan keadilan, terkadang apa yang diambilnya berdasarkan masukan dari salah satu pihak sehingga sering kali membuat Semar mejadi murka dan mendatanginya untuk meminta pertanggungjawaban atas kelalaiannya. Dalam melaksanakan tugas sehari-harinya Batara Guru dibantu oleh seorang penasihat yang bernama Batara Narada, karena kepandaian dan kebijaksanaannya sering juga disebut Resi Narada. Dengan bantuannyalah pemerintahan di tiga kerjaan yang dipegang oleh Batara Guru tidak terjadi gunjang-ganjing yang dahsyat.

Bila bepergian Batara Guru selalu menggunakan kendaraan yang berupa lembu betina yang bernama Lembu Andini, Batara Guru bisa mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan suatu kejadian yang belum terjadi dengan bantuan Kaca Trenggana salah satu senjata saktinya, yang sering diinginkan oleh para dewanawa yang meyerang ke Kahyangan. Selain itu ilmu pamungkas yang dipunyainya tidak kalah hebat, Ajian Kemayan bisa membuat musuh lumpuh, lunglai bahkan hancur berkeping-keping. Ajian ini sebenarnya hanya bisa ditandingi oleh kesaktian Semar yang bernama Saptarenyu.

Jabatan seringkali menjadi godaan dalam hidup manusia, kebijaksanaan dan keadilan sangat sulit untuk diwujudkan bagi semua orang. Dalam hidup sebenarnya sudah ada pakem / garis hidup yang harus terjadi, tidak seorangpun dapat merubahnya. Hanya bisa mengusahakan agar lebih baik. Kesempurnaan tidaklah dimiliki oleh makhluk yanga ada di dunia ini, semua makhluk pasti mempunyai kelemahan. Oleh karena itu sangat tidak baik jika merasa lebih sempurna dari orang lain.

Rabu, 27 Mei 2009

Togog

Setelah berpisah dengan kakaknya Sanghyang Ismaya, Sanghyang Antaga berganti nama menjadi Togog Tejamantri. Kebalikan dengan Semar yang menjadi punakawan para raja dan ksatria Rahwana. Pada dasarnya Togog selalu memberikan masukan kepada momongannya agar bertindak lebih baik lagi dalam kehidupan, dan tidak bertindak licik. Hanya saja semua masukanyang baik, Togo menjadi punakawan para raja yang berwatak angkara bahkan kepada raja raksasa semisal yang diberikan senantiasa ditolak dan tidak didengarkan oleh para junjungannya.

Meskipun selalu dibentak dan tidak didengar seluruh nasihatnya, Togog tetap setia dengan tugasnya sebagai punakawan untuk raja-raja dan ksatria-ksatria yang berwatak angkara. Seringkali caci-maki diterima oleh Togog dalam rapat paripurna kerajaan dari para atasannya, hanya saja Togog tetap bersikukuh memberikan pandangan yang menurutnya baik dan menganjurkan para junjungannya jangan terlalu berbuat buruk.

Ciri khas Togog adalah suaranya yang lantang dan nyaring, sehingga setiap pembicaraannya bisa didengar oleh seluruh orang yang berada dalam ruangan. Hanya saja karena sering bergaul dengan orang-orang yang berwatak sombong dan tinggi hati. Dalam kesehariannya juga Togog terkadang berkelakuan seperti itu. Apalagi jika menyangkut dengan Semar, rasa iri dan rasa tidak mau kalah selalu muncul. Sehingga sering terjadi perbantahan diantara keduanya.

Pada masa perang bharatayuda meletus sebetulnya merupakan pepeperangan antara momongan Semar yang berjiwa baik dan berhati suci, melawan momonga Togog yang berjiwa angkara dan berhati kotor. Walaupun tidak semua tokoh yang membela pihak angkara berjiwa angkara pula.

Disini dapat dilihat, pada hakikatnya walaupun seseorang mempunyai jiwa yang kurang baik dan bersifat angkara, selalu ada sedikit sisi baiknya. Simbolnya adalah Togog yang selalu memberikan masukan kearah kebaikan walaupun tidak pernah didengar oleh atasannya, selain itu Togo juga sebenarnya bisa memberikan masukan yang baik, hanya saja implementasi dalam kehidupan sehari-hari sangat kurang.

Semar

gambar dari wayanggolek.net

Setelah tragedi perang tanding dengan Sanghyang Rancasan dan diusir dari Kahyangan untuk turun ke Marcapada. Sahngyang Ismaya yang sudah kehilangan ketampanannya berhenti sejenak dan berfikir. Jika masih menggunakan nama aslinya yaitu Sanghyang Ismaya dirasakan sangat tidak cocok, diakrenakan tempatnya para Sanghyang adalah Kahyangan bukan Buana Pancatengah / Marcapada. Untuk menyamarkan statusnya akhirnya Sanghyang Ismaya mengambil nama Semar.

Dalam cerita pewayangan saat turun ke Marcapada keadaannya masih sunyi belum ada penghuninya, menurut cerita saat itu lautan masih mendidih dan bebatuan masih lembek seperti tape singkong. Untuk menemani perjalananannya maka Semar menciptakan mahluk / manusia yang diberinama : Astrajingga / Cepot, Udawala / Dawala dan Gareng / Nalagareng.

Semar mempunyai sifat setia, ramah, gembira, pandai menyimpan rahasia dan tidak pernah menyombongkan diri. Padahal menurut cerita Semar bisa dikategorikan sebagai tokoh yang paling sakti serta mengatahui apa-apa yang sudah, sedang dan akan terjadi. Tetapi walaupun dengan segudang kesaktian tersebut tidak menjadikannya sombong dan ingin berkuasa. Dia sangat mencintai perannya sebagai pengasuh dan pengayom dari keturunan raja-raja darma / raja-raja yang adil bijaksana. Tidak pernah sedikitpun terbersit dalam benaknya untuk mengambil alih suatu urusan, kecuali disaat junjungannya meminta bantuan, itupun setelah benar-benar tidak ada lagi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Jika atasannya mengalami kesulitan selalu memberikan nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat, tetapi jika apa yang dilakukan oleh atasannya salah tidak segan-segan untuk melakukan kritik walaupun dengan cara yang sangat halus namun tajam. Hal semacam ini sering terekam dalam cerita-cerita anggitan (cerita rekaan) yang dibawakan oleh dalang. Tidak jarang disaat akhir pemecahan masalah Semar ini naik ke Kahyangan untuk mendamprat para dewa yang dipimpin oleh Batara Guru jika dirasakan sang pemimpin para dewa tersebut salah dalam mengambil kebijakan. Bahkan dalam beberapa cerita Semar manunggal dengan junjungannya demi menghancurkan serangan / rintangan yang muncul saat itu.

Apapun dan dimanapun Semar, itulah potret dari seorang punakawan / rakyat yang mempunyai kelebihan, tetapi sangat mencintai dan menghormati junjungan / atasannya. Tetapi tidak segan-segan untuk melakukan kritk jika sang pemimpin salah, atau bahkan turun tangan sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah yang termat pelik sekalipun.

Sanghyang Rancasan

Menurut versi pewayangan sunda / wayang golek Sanghyang Rancasan adalah anak sulung Sanghyang Tunggal, ada berbagai versi yang menceritkan tentang Sanghyang Rancasan ini salah satunya cerita ini. Sebagai anak dari penguasa Kahyangan sudah jelas mempunyai ilmu dan kesaktian sangat tinggi. Hampir seluruh kesaktian yang dimiliki oleh ayahnya dikuasainya, hanya saja yang menjadi ganjalan selama ini adalah sikap dari ayah bundanya yang kelihatan lebih memperhatikan dan menyayangi adik bungsunya Sanghyang Manikmaya. Terlebih lagi sikap Sanghyang Manikamaya yang terkadang tidak terlalu memperdulikannya sebagai kakak tertua.

Lama-kelamaan perasaan iri yang tersimpan dalam hatinya semakin membesar dan menyelimuti akal sehatnya. Sebagai anak tertua sudah sewajarnya jika Sanghyang Rancasan memendam hasrat untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya di Kahyangan. Hanya saja melihat sikap adik bungsunya yang terlihat ingin menjadi raja di Kahyangan dan curahan kasih sayang yang dirasakan olehnya kurang adil. Maka rasa resah dan gundah selalu saja menyelimuti hatinya.

Suatu hari Sanghyang Rancasan termenung dan akhirnya berfikir jika seandainya tahta tersebut tidak dipatakannya, maka dia tidak akan mempunyai kedudukan yang dirasakan sudah menjadi haknya. Oleh karena itu menurutnya dia harus mempunyai tempat yang sama dengan Kahyangan yang didiaminya saat ini. Selanjutnya tanpa pamit kepada kedua orang tuanya apalagi kepada adik-adiknya. Setelah menempuh perjalanan beberapa lama akhirnya dia menemukan tempat yang dianggapnya cocok, tempat itu letaknya ditengah-tengah antara Kahyangan dengan dunia tengah / marcapada.

Dengan kesaktiannya maka Sanghyang Rancasan menciptakan sebuah tempat sebagai tandingan Kahyangan tempat tinggalnya. Bahkan bisa dikatakan lebih indah dari Kahyangan yang menjadi tempat lahirnya. Keberadaan kahyangan tandingan tersebut membuat gembar di Kahyangan tempat para dewa bersemayam. Sanghyang Manikmaya diberi tugas untuk menyelidiki tempat tersebut oleh Sanghyang Tunggal, saat tiba ditempat tersebut Sanghyang Manikmaya tertegun karena benar-benar mirip dengan kahyangan bahkan harus diakui lebih indah. Selanjutnya Sanghyang Manikamaya menjumpai penguasa tempat tersebut yang ternyata kakanya sendiri Sanghyang Rancasan.

Sanghyang Manikmaya mempertanyakan perihal pembuatan tempat tersebut, Sanghyang Rancasan dengan tegas mengakatakan bahwa Sanghyang Manikmaya jangan mengganggunya karena itu adalah tempatnya, yang akan dijadikan kerajaan di luar Kahyangan. Sanghyang Manikmaya disuruh pulang ke Kahyangan dan jangan menghiraukannya lagi. Merasa tidak akan menang jika harus perang tanding dengan sang kakak, maka Sanghyang Manikmaya minta ijin pulang ke Kahyangan. Dalam perjalanan pulang Sanghyang Manikmaya berfikir bila Sanghyang Rancasan dibiarkan mendirikan kerajaan tersebut, sudah barangtentu akan menjadi saingannya dimasa yang akan dating, jika dirinya menjadi raja di Kahyangan meneruskan tahta ayahandanya.

Untuk menghadapi Sanghyang Rancasan sudah jelas tidak akan sanggup, akhirnya dia menemui dua kakaknya yang lain yaitu Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga. Kepada keduanya Sanghyang Manikmaya mengatakan bahwa Sanghyang Rancasan sudah membuat kerajaan baru yang sangat mirip dengan Kahyangan, dan akan menggangu kedaulatan yang Kahyangan. Awalnya Sanghyang Ismaya kurang sependapat dan ingin menanyakannya langsung kepada Sanghyang Rancasan, hanya saja Sanghyang Manikamay terus-menrus mengatakan bahwa sudah tidak mungkin untuk berdialog lagi dengan Sanghyang Rancasan, apalagi setelah Sanghyang Antaga terpengaruh maksud tersebut diurungkan dan mereka bertiga langsung menuju ke tempat Sanghyang Rancasan.

Saat tiba ditempat yang dituju terjadi perang mulut diantara kakak beradik tersebut, dan akhirnya terjadilah perangtanding yang mengakibatkan tempat tersebut rusak berat. Setelah bertarung beberapa lama terlihat kesaktian Sanghyang Rancasan lebih tinggi dari Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manikmaya. Kesaktiannya hanya bisa diimbangi oleh Sanghyang Ismaya. Ketika sedang terjadi pertarungan antara Sanghyang Ismaya dengan Sanghyang Rancasan ditonton oleh kedua adiknya. Sebenarnya Sanghyang Ismaya tidak ingin mencelakai kakaknya tersebut, hanya ingin melumpuhkannya untuk seterusnya dibawa ke Kahyangan untuk diinterogasi lebih lanjut. Sanghyang Manikmaya tidak sabar dan berbisik kepada Sanghyang Antaga untuk membatu Sanghyang Ismaya.

Saat itu Sanghyang Ismaya sedang menarik tangan kanan Sangyang Rancasan, setelah mendapat bisikan dari Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Antaga melompat dan menyambar tangan kiri Sanghyang Rancasan. Sanghyang Ismaya kaget bukan kepalang melihat hal tersebut, tetapi terlambat Sanghyang Antaga sudah menarik tangan kiri Sanghyang Rancasan dengan sangat kencang. Tarikan yang disertai dengan ilmu yang dimilikinya menyebabkan tubuh Sanghyang Rancasan terbelah menjadi dua, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Sanghyang Rancasan berujar akan selalu memburu Sanghyang Ismaya kemanapun sampai kapanpun.

Disaat Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga tertegun dan menyesali kejadian yang baru saja berlalu, Sanghyang Manikmaya berlari melapor kepada Sanghyang Tunggal bahwa Sanghyang Rancasan mati ditangan Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga dikarenakan Sanghyang Rancasan membuat Kahyangan tandingan. Sebetulnya Sanghyang Tunggal sudah waspada hanyasaja sangat menyesalkan sikap anak-anaknya yang terlalu terbawa nafsu dan tidak bisa berfikir jernih. Saat Sanghyang Tunggal bertanya kejadian sampai meninggalnya Sanghyang Rancasan kepada mereka Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga saling menyalahkan.

Melihat hal tersebut Sanghyang Tunggal murka dan berkata mereka itu tidak ubahnya kucing dengan anjing, selalu saja bertengkar dan saling menyalahkan. Saat itu pula Sanghyang Ismaya yang tadinya sangat tampan berubah menjadi buruk rupa dengan tubuh bulat dan wajah bulat pula seperti wajah kucing, Sanghyang Antaga juga kehilangan ketampanannya dan mempunyai muka yang panjang serta bibirnya sobek memanjang seperti wajah anjing. Akhirnya Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Antaga diturunkan ke marcapada, Sanghyang Ismaya akan menjadi pengikut dan pengasuh keturuan dari raja-raja yang baik. Sedangkan Sanghyang Antaga akan berada dipihak yang berseberangan dengan Sanghyang Ismaya.

Dari cerita itu dapat diambil hikmah bahwa orangtua jangan membeda-bedakan kasih sayang terhadap anak, dan setiap orang harus mau saling menghormati. Baik itu terhadap orang yang lebih tua maupun sebaliknya terhadap orang yang lebih muda. Rasa iri yang terpendam akan mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah. Segala urusan lebih baik ditempuh dengan jalan damai dan dibicarakan secara kekeluargaan, sebagai orang tua juga sangat dilarang untuk berkata sembarangan terhadap anaknya. Karena perkataan orang tua adalah do’a yang sudah pasti didengar oleh Allah SWT.

Empat Dewa

Dalam dunia pewayangan khususnya wayang golek dikenal tokoh dewa, tokoh-tokoh ini menempati daerah yang disebut kahyangan. Tugas para dewa adalah memelihara perdamaian dan mengayomi kehidupan manusia di marcapada. Secara turun temurun para dewa ini menempati kahyangan sesuai dengan jatah masing-masing. Misalnya Batara Indra di Kaendran, Batara Bayu di Panglawung dan lain-lain.

Di Kahayangan sendiri sebetulnya ada juga tempat yang tidak bisa sembarangan untuk didatangi yaitu tempat tinggal Sanghyang Wenang dan Sanghyang Tunggal, tempat tersebut adalah Ondar-Andir Buana dan Alang-Alang Kumitir. Para dewa ini mempunyai sifat yang abadi dan mempunyai kesaktian yang cukup tinggi serta mempunyai senjata yang sakti pula.

Dunia pewayangan yang sering didengar saat kahyangan dipimpin oleh Batara Guru yang punya sebutan Sanghyang Pramesti Jagat Nata / Sanghyang Manikmaya, sangat jarang dalang yang membawakan cerita saat Sanghyang Tunggal apalagi Sanghyang Wenang berkuasa di Kahyangan. Kalau menurut cerita wayang golek Batara Guru adalah anak bungsu dari Sanghyang Tunggal. Menurut silsilah wayang yang saya perhatikan garis turunan para dewa itu secara garis besarnya begini :

Sanghyang Nurcahya yang menikah dengan Dewi Mahmuni mempunyai anak Sanghyang Nurasa. Sanghyang Nurasa menikah dengan Dewi Sarwati / Dewi Rawati mempunyai putra yang bernama Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang inilah yang melanjutkan memegang kekuasaan di Kahyangan dan menjadikan Dewi Sahoti / Dewi Sati istrinya. Dari pernikahan itu lahirlah Sanghyang Tunggal yang beristrikan Dewi Suyati. Dari pernikahan itu Sanghyang Tunggal mempuyai empat orang putra yaitu : Sanghyang Rancasan, Sanghyang Ismaya, Sanghyang Antaga dan Sanghyang Manik Maya.

Dari mereka inilah para dewa lahir dan cerita dunia pewayangan mulai bergulir, dengan garis pemisah yang jelas kebenaran selalu menang melawan kebathilan.

Selasa, 26 Mei 2009

Dalang Wayang Golek

Dalang adalah orang yang tidak bisa dilepaskan dari wayang golek, dialah orang yang menjadikan wayang-wayang itu hidup dengan karakternya masing-masing. Seperti halnya selebritis atau penyanyi dalangpun mempunyai kelebihan masing-masing, denga kelebihannya itu sang dalang bisa memikat penggemar wayang golek seperti saya.
Intinya dalang tersebut harus bisa menjiwai lakon yang sedang dibawakannya, harus bisa tembang pupuh, suluk, berfilsafat dan bisa memberikan wejangan bagi penonton. Ada beberapa dalang yang menurut saya sangat memikat saya, kalau saja dibuatkan peringkat mungkin akan saya buata seperti ini :
* Dede Amung Sutarya
Beliau adalah dalang yang menurut saya memiliki kemampuan yang paling komplet, diantara dalang-dalang lainnya beliaulah dalang yang paling panadai nembang dengan berbagai macam pupuh. Kalau tidak salah seluruh pupuh bisa beliau bawakan dengan baiknya sehingga jauh dari rasa bosa jika melihat atau mendengarkan cerita wayang yang dibawakannya.
Disamping filsafat kehidupan yang disampaikannya selalu mengena dan dengan cara yang halus dan sangat baik. Kekuatan filsafat inilah yang menurut saya menjadikan daya tarik tersendiri darinya.
* ADE KOSASIH SUNARYA
Cara membawakan wayang golek yang elegan dan sangat dinamis, sehingga orang akan terpukau dan merasakan seakan-akan yang menari itu bukanlah wayang yang terbuat dari kayu, melainkan orang yang sedang menari. Jika terjadi peperangan antar wayang jelas-jelas terlihat sangat indah setiap gerkannya, seolah-olah benar-benar sedang terjadi perang tanding dua jawara di atas panggung.
* ASEP SUNANDAR SUNARYA
Harus diakui memang beliau adalah pelopor wyang golek modern, bentuk-bentuk wayang yang tidak lagi terpaku dengan pakem lama tetapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga orang akan lebih tertarik melihat bentuk wayang yang dimainkannya. Disamping itu humor-humor segar dan terkadang menggelitik para pemimpin cukup dikeluarkan dengan media Cepot sebagai senjata andalannya. Tidak salah memang jika orang mengatakan beliau adalah Profesor wayang golek.
* CECEP SUPRIADI
Beliau adalah salah satu dalang senior dengan pembawaan khas dan kekuatan pada pendalaman cerita yang dibawakannya penonton ataupun pendengar akan dibawa serius untuk mendengarkan setiap kata yang diucapkan para tokoh wayang yang sedang tampil. Dengan penghayatan yang sangat mendalam terhadap alur lakon yang ditampilkan, cukup mudah orang menebak akan seperi apa akhir lakon yang dibawakannya.
* ASEP TRUNA
Menurut saya ini adalah dalang wayang bobodoran sejati, karena kekuatan yang ada sesungguhnya ada dalam banyolan yang dibawakannya. Dengan kekuatannya itu beliau terasa sangat menyatu dengan para tokoh punakawan. Baik itu Cepot, Dawala ataupun Gareng.
Disamping dalang-dalang tersebut sebenarnya masih banyak lagi yang lainnya dengan segala kelebihan yang dimilikinya. Sebut saja Jojo Hamjah yang sempat menyabet gelar Binojakrama Padalangan, Wawan Dede Amung Sutarya, Endang Amung Sutarya, Deden Suntara anak dari Ade Kosaih Sunarya, Adi Konthea cucunya Ade Kosasi Sunarya dan lain-lain.
Harana saya sebagai penikmat wayang golek semoga penerus dalang wayang golek selalu hadir, dan semoga makin banyak juga yang mencintai wayang golek ditengah gempuran superhero dan cerita-cerita kartun dari bangsa lain.

Senin, 25 Mei 2009

PR Bahasa Sunda

Saya pernah mendapatkan PR dari guru Bahasa Sunda saat kelas 5 SD kebetulan tema pelajaran saat itu adalah 'Pancakaki' dalam Bahasa Indonesianya silsilah keluarga. Untuk memudahkan saya sengaja waktu itu membuat tabel pancakaki dari tokoh wayang, dan ketika disuruh menerangkan didepan kelas teman-teman termasuk guru terlihat cukup menikmati dan tertarik.
Dari tabel tersebut saya ingat betul menjelasakan dalam bahasa sunda :
Arjuna teh adina Bima, Bima boga lanceuk ngarana Yudisthira. Gatotkaca anakna Bima, mun Abimanyu boga Bapa ngarana Arjuna. Gatotkaca jeung Abimanyu teh alona Nakula jeung sadewa. Ari Gatotkaca teh pernahna lanceuk misan Abimanyu, sabalikna Abimanyu teh adimisan Gatotkaca. Mun Gatotkaca nyebut ka Arjuna teh paman / emang, ari Abimanyu ka Bima mah nyebutna teh uwa.
Ari abimanyu teh suanna Bima jeung Yudisthira. Parikesit ka Arjuna nyebutna aki, sabalikna Arjuna ka Parikesit pernahna incu. Parikesit ka Pandu nyebutna buyut / uyut, ka Abiyasa mah janggawareng. Mun ka Palasara udeg-udeg nyebutna teh, ari ka Sakri nyebutna kakaitsiwur. Mun ka Sakutrem mah biasa nyebutna karuhun.
Sekarang pelajaran seperti itu kayaknya saudah tidak diberikan lagi di SD maupun SMP, apalagi minat orang untuk mempelajari Bahasa Sunda kelihatannya semakin menurun.

Pertamakali Dapat Gambar Wayang

Seperti halnya kebanyakan anak-anak seusia saya waktu itu, sayapun sangat gemar bermain gambar yang dalam bahasa setempat disebut ngadu gambar. Gambar-gambar yang populer saat itu adalah gambar superman,gundala putra petir, golok setan dan sibuta dari goa hantu. Saya awalnya tidak mempunyai banyak koleksi gambar, awalnya saya beli dari orang yang sedang main Rp. 5,- jumlahnya sekitar 20 lembar itupun tidak satu seri (satu cerita).
Dengan modal awal sebanyak itu lama-kelamaan koleksi saya bertambah hingga mencapai satu tas penuh, karena di tempat saya sangat jarang anak yang main gambar saya biasa main ke desa sebelah (Sangkanurip), kebetulan disana banyak teman-teman sekolah saya. Suatu saat saya main gambar dengan beberpa orang teman, makin lama bermain gambar saya yang awalnya saya bawa sekitar 40 lembar bertambah banyak sekali, padahal saya sudah menjualnya beberpa kali. Seingat saya waktu itu disamping gambar yang jumlahnya sudah pasti ratusan, uang dikantong saya sekitar Rp. 35,-.
Tiap kali main gambar setiap orang pasti mempunyai gambar andalan kami menyebutnya 'gambar kojo', kojo saya adalah sijepang karena gambarnya tentara jepang sedang bertempur melawan tentara jerman nomornya 7 dan 18. Kebetulan hari itu hari minggu jadi kami bermain dari mulai pagi sekitar jam 8 atau jam 9, setelah hampir dhuhur permainan selesai dan masing-masing dari kami menghitung jumlah gambar yang diperoleh. Sudah pasti yang kalah cuma bisa nyengir kuda sambil melihat orang lain menghitung 'bati' alias kemenangan hari itu.
Saat membereskan gambar yang saya peroleh terlihat ada tiga gambar yang baru saya lihat, ketiga gambar tersebut saya pisahkan dibawah masing-masing gambar tersebut tertulis : Kresna,Arjuna dan Bima. Ternyata itu adalah gambar wayang, saya senang mendapatkan gambar-gambar itu dan saya simpan terpisah sebagai koleksi pribadi. Sayangnya gambar-gambar tersebut sekarang tinggal kenangan, karena saat mendekati EBTANAS koleksi gambar saya yang sudah mencapai satu koper dan satu tas kecil dibakar oleh Bapa. Waktu itu beliau sangat takut jika saya tidak konsentrasi belajar karena terus-terusan main gambar, bahkan tidak jarang saya memainkan gambar-gambar wayang meniru dalang wayang golek.